Menurut Teten, masalah utama yang dihadapi koperasi di Lampung khususnya yang bergerak di sektor pertanian adalah skala usaha yang masih kecil.
Akibatnya jumlah produksi yang dihasilkan tidak mampu mencapai skala industri. Oleh karena itu, dia meminta agar koperasi-koperasi yang bergerak di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan di wilayah Lampung dapat menyatu atau merger. Dengan cara ini maka hasil produksi akan terjamin baik dari sisi kuantitas, kualitas dan aspek keberlanjutan.
"Ini momentum untuk kerja sama membangun koperasi pangan yang besar di Lampung ini. Maka konsep korporatisasi petani melalui koperasi adalah jawaban bagaimana petani perorangan yang punya lahan sempit itu dikonsolidasi melalui koperasi agar produknya bisa masuk skala ekonomi," ujar Teten.
Teten mencontohkan keberhasilan pengelolaan koperasi peternakan sapi terbesar di Selandia Baru bernama Fonterra yang memiliki sekitar 15 juta ekor sapi.
Peternak yang merupakan anggota koperasi hanya fokus mengurus sapi dan menjaga produksi susu. Sedangkan tugas koperasi yang mengurus pengolahan produk dan pemasarannya atau sebagai offtaker. Cara kerja seperti ini harus bisa diterapkan pada koperasi - koperasi di Indonesia agar bisa mewujudkan ketahanan pangan.
"Saat ini di banyak negara seperti di Belanda, Eropa dan Amerika yang mengelola sektor pangan bukan lagi korporasi tapi koperasi, jadi saya berharap di Lampung ini bisa lahir koperasi modern seperti itu," kata Teten Masduki.
Baca: Teten Masduki: Tanpa Kemitraan BUMN, UMKM Hanya Bikin Kerapak, Keripik, Kerupuk