"Apakah aset-aset yang diserahkan dulu itu masih bermasalah? Belum sepenuhnya bisa dikuasai dirjen? Kenapa baru sekarang diurus? Bukankah itu sudah 17 tahun?" tulis Dahlan.
Dahlan juga mempertanyakan mengapa aset-aset yang telah diserahkan dalam rangka penyelesaian utang BLBI tidak dijual sekitar tahun 2010, ketika ekonomi sedang bagus dan harga aset sedang baik. Maupun dijual pada sekitar tahun 2015 ketika ekonomi masih bagus.
Kendati demikian, ia memuji langkah pemerintah yang menagih piutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang nilainya lebih dari Rp 100 triliun. Apalagi, pengejaran itu pun tidak pandang bulu. Misalnya saja, saat Satgas BLBI memanggil anak Presiden Kedua RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Tommy akhirnya mengirimkan pengacara untuk menyelesaikan tagihan BLBI tersebut.
"Pokoknya salut: siapa pun diuber," tulis Dahlan Iskan. ia pun menilai pemerintah jeli dengan melihat adanya tagihan lama yang bisa dikejar. Terlebih, jumlah tagihan itu cukup besar. "Apalagi pemerintah lagi kesulitan uang seperti sekarang."
Sebelumnya, Satgas BLBI terus melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara dari dana BLBI. Nilai aset yang dikejar Satgas adalah sebesar Rp 110.454.809.645.4567 alias sekitar Rp 110,45 triliun.
Berdasarkan dokumen Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI tertanggal 15 April 2021 yang beredar belakangan ini, aset-aset itu berupa aset properti, aset kredit, aset saham, aset nostro, aset surat berharga, serta aset inventaris.
Sejumlah obligor dan debitur BLBI telah dipanggil menghadap Satgas misalnya Tommy Soeharto dan Kaharudin Ongko. Pada Kamis besok, Satgas kembali memanggil Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono dari Bank Asia Pacific alias Bank Aspac.
Baca: Punya Utang Rp 8,2 T, Ini Daftar Aset Kaharudin Ongko yang Dikejar Satgas BLBI