TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias Satgas BLBI telah meminta salah satu obligor BLBI, Kaharudin Ongko, untuk mendatangi Kantor Kementerian Keuangan pada Selasa, 7 September 2021. Namun demikian, hingga Selasa malam, tak tampak kehadiran Kaharudin di Kantor Kemenkeu.
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan Kaharudin Ongko sudah dua kali tidak memenuhi panggilan. Kaharudin tak lain adalah taipan dan mantan Wakil Komisaris PT Bank Umum Nasional (BUN). Pemanggilan Kaharudin diumumkan melalui surat kabar beberapa waktu lalu.
"Kalau sudah dipanggil lewat koran, artinya sudah dua kali tidak datang," kata Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban saat ditemui di kantornya, Selasa, 7 September 2021.
Berdasarkan pengumuman Satgas BLBI, Kaharudin dipanggil untuk menyelesaikan hak tagih negara senilai Rp7,83 triliun dalam rangka PKPS (penyelesaian kewajiban pemegang saham) Bank Umum Nasional dan Rp 359,44 miliar dalam rangka PKPS Bank Arya Panduarta. Sehingga, total utang Kaharudin ke negara sebesar sekitar Rp 8,2 triliun.
Berdasarkan dokumen Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI tanggal 15 April 2021yang beredar, utang Kaharudin dalam perkara PKPS Bank Umum Nasional per 31 Desember 2021 adalah sebesar Rp 7,83 triliun (recovery Rp 477,88 miliar).
Sebelumnya, penyelesaian kewajiban pemegang saham atau PKPS Bang Umum nasional atas nama Kaharudin Ongko dilakukan melalui master refinancing notes and issuance agreement atau MRNIA.
MRNIA adalah perjanjian antara pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN dengan pemegang saham dengan cara penyerahan aset. Aset diserahkan dari pemegang saham pengendali kepada BPPN yang nilainya lebih kecil dari jumlah kewajiban, disertai dengan jaminan pribadi sebesar nilai kewajiban yang harus diselesaikan pemegang saham.