TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias Satgas BLBI terus melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara dari dana BLBI. Nilai aset yang dikejar Satgas adalah sebesar Rp 110.454.809.645.4567 alias sekitar Rp 110,45 triliun.
Berdasarkan dokumen Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI tertanggal 15 April 2021 yang beredar belakangan ini, aset-aset itu berupa aset properti, aset kredit, aset saham, aset nostro (rekening uang asing), aset surat berharga, serta aset inventaris.
Aset dengan nilai tertinggi adalah aset kredit, yaitu senilai Rp 101,8 triliun. Misalnya, aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) senilai Rp 82,94 triliun, terdiri atas obligor penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) senilai Rp 30,4 triliun. Tercatat, 16 obligor tanpa jaminan dan enam obligor dengan jaminan.
Selanjutnya yang masuk ke dalam aset eks BPPN adalah dari debitur Asset Transfer Kit (ATK) di Panitia Urusan Piutang Negara atau PUPN berjumlah 11.277 berkas atau senilai Rp 24,3 triliun. Serta, debitur ATK di kantor pusat senilai Rp 28,1 triliun.
Selain itu, aset kredit eks Pusat Pemulihan Aset (PPA) senilai Rp 8,83 triliun, dengan catatan aset kredit di PUPN Rp 3,9 triliun dan aset kredit yang dikelola kantor pusat Rp 4,9 triliun. Berikutnya piutang bank dalam likuidasi senilai Rp 10,03 triliun. Rinciannya, eks dana talangan Rp 7,72 triliun dan eks dana penjaminan Rp 2,31 triliun.
Di samping aset kredit, Satgas BLBI juga mengejar aset saham senilai Rp 77,9 miliar, aset nostro Rp 5,2 miliar, aset surat berharga Rp 489,4 miliar, aset inventaris Rp 8,47 miliar, dan aset properti Rp 8,06 triliun.
Tempo telah berupaya mengonfirmasi dokumen tersebut kepada Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban. Namun, hingga laporan ini ditulis, pesan dari Tempo belum berbalas.
Baca: BI Blak-blakan Jelaskan Bantuan IMF Rp 90 T Bukan Utang seperti Saat Krisis 1998