TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pandangan pemerintah terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2020. Salah satunya soal rasio utang pemerintah terhadap PDB yang naik sepanjang 2020 menjadi 39,4 persen.
Sepanjang 2020, kata dia, pemerintah melakukan kebijakan penanganan pandemi, perlindungan masyarakat, dan pemulihan ekonomi. Kebijakan dilakukan di tengah tekanan pada penerimaan negara.
"Sehingga memberikan konsekuensi pada peningkatan utang pemerintah," kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 7 September 2021.
Rasio utang 39,4 persen ini naik 9,2 persen year-on-year (yoy). Meskipun demikian, kata dia, rasio utang ini masih tetap di bawah batas maksimal 60 persen. Ambang batas ini sudah diatur dalam UU Keuangan Negara.
Sebenarnya, kata Sri Mulyani, peningkatan rasio utang juga terjadi hampir di seluruh negara di dunia akibat pandemi. Meksiko 61 persen, India 89,4 persen, Brasil 93,9 persen, Cina 66,3 persen, dan Amerika Serikat 133,6 persen. "Maka rasio utang Indonesia 39,4 persen harusnya tetap terjaga sustainable," kata dia.
Walau demikian, Sri Mulyani menyebut pemerintah terus berupaya menekan konsekuensi peningkatan pada bunga utang. "Agar tidak menggerus ruang fiskal di masa depan," kata dia.
Kenaikan rasio utang 39,4 persen pada 2020 ini sebelumnya pernah jadi kekhawatiran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Juni 2021, Ketua BPK Agung Firman Sampurna khawatir akan penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang di masa pandemi Covid-19
Kekhawatiran BPK ini tidak membuat rasio utang tiba-tiba menurun. Dari laporan terakhir, angkanya sudah naik lagi. Kementerian Keuangan merilis utang pemerintah per Juli 2021 mencapai Rp 6.570,17 triliun dengan rasio terhadap PDB 40,51 persen.