TEMPO.CO, Jakarta – Setelah dana di PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life) senilai Rp 400 juta hilang, Ardi, 40 tahun, trauma menginvestasikan tabungannya. Pemegang polis Wanaartha itu sulit percaya terhadap bisnis asuransi di Indonesia karena banyaknya masalah gagal bayar yang tak tuntas ditangani oleh regulator.
“Yang membuat saya kecewa, nama OJK (Otoritas Jasa Keuangan) itu salah satu alasan utama saya investasi di Wanaartha. Wanaartha dalam profilnya menyebutkan sudah terdaftar di OJK. Ternyata kok enggak aman. Kalau caranya seperti ini saya investasi di mana di Indonesia?” ujar Ardi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 3 September 2021.
Ardi mulai menginvestasikan dana di Wanaartha pada 2019. Ia menaruh uang sebesar Rp 400 juta secara bertahap dengan pembelian polis pertama pada September dan polis kedua pada November. Ia bercerita, Wanaartha mematok minimal dana investasi senilai Rp 100 juta.
Pegawai swasta yang bekerja di sebuah kantor di Banten ini merasa tertarik dengan iming-iming imbal hasil yang besar mencapai 8 persen. Meski nilai bunganya tak berbeda jauh dengan deposito, dia awalnya meyakini bahwa menanamkan modal di Wanaartha sama amannya dengan di perbankan karena telah dilindungi oleh lembaga keuangan resmi.
Ardi berniat menginvestasikan uang tersebut dalam jangka panjang sebagai tabungan pendidikan untuk anaknya. “Saya siapkan untuk kuliah anak. Karena ketika jatuh tempo, itu anak saya sudah di akhir SMA,” kata dia.
Ketimbang menyimpan harta dalam bentuk properti atau aset tetap lainnya, Ardi merasa lebih fleksibel menaruh dana di perusahaan asuransi jiwa karena dapat diambil dalam tempo yang singkat. Namun baru menjadi pemegang polis asuransi empat bulan, Ardi langsung mengalami pengalaman tak menyenangkan.