TEMPO.CO, Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung kembali mengundang diskusi hangat sejumlah pihak. Pasalnya, hingga saat ini, proyek yang digarap oleh konsorsium Indonesia dan Cina masih memiliki sejumlah persoalan, khususnya soal pembiayaan.
Proyek yang ditargetkan bisa rampung pada akhir 2022 itu kini menghadapi masalah pembengkakan biaya atau cost overrun yang diestimasikan mencapai US$ 1,9 miliar, dari besar anggaran awal sebesar US$ 6,07 miliar.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu perusahaan yang masuk ke dalam konsorsium Indonesia dalam proyek itu pun mengusulkan adanya suntikan Penyertaan Modal Negara sebesar Rp 4,1 triliun pada 2022 guna mendanai melarnya biaya proyek tersebut.
Berikut ini adalah sejumlah fakta yang Tempo himpun mengenai perkembangan terkini proyek kereta cepat tersebut.
1. Besaran terbaru cost overrun
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI, Salusra Wijaya, mengatakan estimasi biaya proyek bisa ditekan menjadi US$ 8 miliar. Sehingga, kalau dikurangi dengan budget awal US$ 6,07 miliar, maka tambahan cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar atau sebesar Rp 27,17 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS.
Salusra mengatakan anggaran awal proyek sepur kilat itu sebenarnya adalah US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC.
Setelah dihitung pada November 2020, biaya tersebut ternyata melar menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan, biaya proyek itu kembali naik lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan.
"Perkiraan dari konsultan PSBI berada di dalam skenario low and high. Skenario rendah di US$ 9,9 miliar dan tinggi di US$ 11 miliar," ujar Salusra. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$ 3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar. Salusra mengatakan manajemen anyar KCIC yang dibantu konsultan lantas melakukan efisiensi sehingga bisa menekan pembengkakan biaya tersebut, sehingga cost overrun menjadi US$ 1,9 miliar.