TEMPO.CO, Jakarta - Stafsus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas mengatakan pemerintah akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Kenaikkan tersebut, kata Titik, guna menurunkan prevalensi perokok, terutama usia anak.
“Kalau kita lihat harga rokok di Indonesia ini sebetulnya sudah relatif mahal dibandingkan dengan Filipina, Thailand, dan Vietnam. Tapi kalau kita bandingkan dengan Singapura dan Malaysia ini masih relatif murah,” kata Titik dalam webinar secara virtual pada Kamis, 2 September 2021.
Hal pemerintah berupaya meningkatkan harga rokok agar tidak terjangkau oleh konsumer anak-anak dilihatnya affordability index atau indeks keterjangkauan rokok atau persentase pembelian 100 bungkus rokok terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB per kapita yang meningkat dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Pada tahun 2020, indeks keterjangkauan rokok mengalami peningkatan sehingga menyentuh angka 4,3 persen. Sebelumnya menunjukkan angka 3,9 persen di tahun 2019. Namun, Indeks keterjangkauan rokok kembali meningkat pada 2021 menjadi 4,6 persen.
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN di Tahun 2022, pemerintah memperkirakan pendapatan cukai akan meningkat menjadi Rp203,9 triliun atau sekitar 12 persen dari penerimaan cukai 2021 yang diperkirakan mencapai Rp182,2 triliun.
Hanya saja, Titik mengakui, pemerintah mesti berhati-hati dalam menaikkan CHT karena berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. “Jadi, semakin tinggi harga rokok karena kenaikan CHT, biasanya memang meningkatkan peredaran rokok ilegal,” katanya.
Menurutnya, guna meminimalisir rokok illegal harus berdampingan dengan kenaikan tarif cukai, serta adanya penegakkan legal enforfement yang selama ini melibatkan Direktorat Jendral Bea dan Cukai atau DJBC.