TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) 2022 untuk 5 BUMN. Kabar ini dilaporkan Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat kerja bersama kepada Komisi 6 DPR.
"Nilainya seperti usulan terakhir yang kami berikan ke Kementerian keuangan, yang sudah dibahas di Komisi 6," kata Erick di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 30 Agustus 2021.
Pertama ada PT Hutama Karya (persero) yang dapat yang paling besar yaitu Rp 23 triliun. Uang ini digunakan untuk penyelesaian konstruksi 8 ruas jalan tol Trans Sumatera dengan target tambahan 162 km.
Kedua, PT Perusahaan Listrik Negara (persero) Rp 5 triliun. Tujuannya untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa transmisi gardu induk dan distribusi listrik desa.
Ketiga, PT Waskita Karya (persero) Tbk Rp 3 triliun. Tujuannya untuk penyelesaian ruas tol Kayu Agung-Palembang-Betung dan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi.
Keempat, Perum Perumnas Rp 1,57 triliun. Tujuannya untuk memperbaiki stuktur permodalan untuk melanjutkan program pengadaan Satu Juta Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Kelima, PT Adhi Karya (persero) Tbk utnuk penyelesaian jalan tol Solo-Yogya-Kulonprogo dan Yogyakarta-Bawen. Lalu, SPAM Regional Karian-Serpong. Tapi, Erick tidak merinci nilai PMN untuk Adhi Karya.
Sebenarnya ada beberapa BUMN lain yang diusulkan Erick menerima PMN 2022. Tapi baru 5 BUMN ini yang disetujui Sri Mulyani, yang dikelompokkan dalam Investasi Kluster Infrastruktur. "Lainnya kami masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Keuangan," kata Erick.
Alokasi PMN untuk BUMN sebenarnya sudah tertuang dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2022. Total, pemerintah mengalokasikan dana Rp 38,5 triliun untuk suntikan modal perusahaan pelat merah pada 2022.
Tapi, ini hanya satu dari tiga jenis Investasi Kluster Infrastruktur di 2022 yang bernilai total Rp 86,4 triliun. Dua lainnya yaitu investasi kepada BLU Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rp 28,8 triliun dan investasi pemerintah untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) Rp 19,1 triliun.
BACA: Sri Mulyani Waspadai Dampak Tapering The Fed Terhadap Nilai Tukar Rupiah