Menurut Abdillah, daripada mengenakan pajak kepada sembako dan pendidikan, pemerintah masih punya sumber penerimaan negara lainnya yang lebih besar. Ia menjelaskan, selain memberikan penerimaan negara yang tinggi, administrasi cukai rokok lebih mudah, petugas sudah mengetahui cara penghitungannya, kenaikan tarifnya bisa diterima masyarakat, dan membantu persoalan kesehatan. “Caranya, kita perlu menekan konsumsi rokok dengan meningkatkan tarif cukai rokoknya,” kata dia.
Abdillah menuturkan, cara menaikkan tarif cukai rokok pun sudah jelas. Saat ini, tarif cukai rokok dipatok Rp 500 per batang. “Kalau dinaikkan Rp 100 per batang, uang kenaikan itu kita dedikasikan untuk penanganan covid dan dampaknyanya.”
Estimasi penerimaannya, saat ini produksi rokok Indonesia mencapai 320 miliar batang. Jika dinaikkan Rp 100 per batang, maka pemerintah berpotensi mendapatkan penerimaan negara sebesar Rp 3 triliun. Uang ini, kata Abdillah, bisa dipakai untuk mendanai Bantuan Langsung Tunai penanganan covid.
Seorang tenaga pikul beristirahat sebelum memakamkan jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Cikadut, Bandung, Selasa, 15 Juni 2021. atgas Penanganan COVID-19 melaporkan kasus konfirmasi positif hingga Jumat, 25 Juni 2021 mencapai 2.072.867 kasus, sedangkan yang meninggal karena COVID-19 tembus 56.371 jiwa. ANTARA/Raisan Al Farisi
Cara lainnya untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintah menyederhanakan sistem tarif cukai rokok. Saat ini, sistem tarif cukai rokok ada sepuluh lapis yang ditentukan berdasarkan jenis, skala produksi, dan batas harganya.
“Ada sepuluh yang dikelompokkan menjadi tiga bagian: sigaret kretek mesin (SKM) ada tiga layer, sigaret putih mesin (SPM) 3 lapis, dan sigaret kretek tangan (SKT) empat lapisan. Selama ini, dengan 10 jenis tarif cukai ini, penerimaan negara diprediksi mencapai Rp 170 tiliun. “Ini konsekuensi dari tarif dan harga rokok di sepuluh jenis ini, maka harga rokok dan tarif cukai bervariasi. Yang paling mahal tarifnya dipatok Rp 700 per batang dan itu SPM,” ujar Abdillah.
Yang termurah adalah tarif cukai pada SKT sebesar Rp 300 per batang. Menurut dia, jika tarif cukai disederhanakan menjadi satu jenis saja, kira-kira Rp 700 per batang, maka potensi penerimaan negara amat besar, yakni Rp 35 triliun. Tapi, penyederhanan sistem cukai hanya satu jenis ini bisa menuai protes dari perusahaan Sigaret Kretek Tangan yang selama ini mendapat tarif paling murah dengan alasan menyerap tenaga kerja yang banyak.