TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset agar segera dibahas dan disahkan. Hal tersebut dinilai bakal membantu dalam penyelesaian kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.
Kasus hak tagih negara atas dana BLBI ini telah berlarut-larut dan berusia hampir 22 tahun hingga kini, dan tak kunjung surut.
Baca Juga:
“Dan tugas lainnya di kemudian hari sebagai dasar penegak hukum melakukan pengejaran harta kekayaan para penjahat ekonomi untuk sebelum, selama, dan setelah proses persidangan,” kata Setia pada konferensi pers virtual, Jumat, 27 Agustus 2021.
Yang teranyar dalam penanganan kasus tersebut, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLB telah menguasai fisik dan aset negara milik debitur dan obligor BLBI. Setidaknya ada 49 bidang tanah dengan total lebih dari 5,2 juta meter persegi telah disita pemerintah.
Lebih jauh, Setia menjelaskan bahwa satgas memiliki tahapan kerja untuk menagih utang dari obligor dan debitur. Penagihan utang yang mencapai Rp 110,45 triliun ini telah memanggil 48 orang yang harus mengembalikan dana BLBI.
Tapi dalam pelaksanaannya, Satgas BLBI terkendala khususnya dalam mengejar aset yang ada di luar negeri. Sistem hukum yang berbeda membuat pengejaran bertambah sulit.
Sejumlah langkah pun telah dilakukan, mulai dari pendekatan hukum, pajak hingga kerja sama internasional. Selain itu juga dilakukan gugatan perdata, pembekuan aset baik di dalam ataupun luar negeri, termasuk perusahaannya.
Berikutnya, ada upaya memaksimalkan perjanjian ekstradisi, tapi masih jarang dilakukan. Ada pula upaya pendalaman aset obligor dan kemungkinan adanya pelanggaran pajak di dalamnya serta penguasaan fisik aset eks BLBI.
BISNIS
Baca: Pemerintah Pastikan Bakal Kejar Obligor dan Debitur BLBI Hingga Keturunannya