TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anak-anak korban Covid-19 yang kehilangan orang tua mereka berpotensi mengalami penurunan kualitas hidup, pengasuhan, kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini pun dinilai akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang mereka.
"Kerentanan yang lebih tinggi dialami anak-anak usia 0 sampai 2 tahun karena berpotensi mengalami stunting," kata Sri Mulyani dalam pembukaannya, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti dalam Rapat Koordinasi Nasional virtual pada Senin, 23 Agustus 2021.
Bagi Sri Mulyani, pandemi Covid-19 ini akan berdampak pada memburuknya gizi anak. Sehingga, ini menjadi tantangan baru untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia dengan target 14 persen pada 2024.
Ia mengatakan pandemi telah menghambat pencegahan stunting karena beberapa sebab. Mulai dari terhambatnya beberapa layanan kesehatan akibat pembatasan sosial, seperti posyandu, kelas ibu hamil, hingga PAUD.
Lalu, akses penduduk miskin terhadap pangan juga terganggu dan beberapa kehilangan pendapatan. Sehingga, rumah tangga miskin dan rentah kian sulit untuk memenuhi kebutuhan pangan bergizi bagi anak-anak mereka.
Sejak 2019, kata Sri Mulyani, prevalensi angka stunting di Indonesia sebenarnya sudah turun substansial menjadi 27,2 persen. Posisi ini lebih rendah dari 2013 yang berada di angka 37,2 persen.
Walau, angka 27,2 persen ini masih lebih tinggi dari rata-rata dunia di 2020 yaitu 22 persen. Lalu di Asia Tenggara, Indonesia juga peringkat kedua tertinggi setelah Kamboja.
Lalu pada Maret 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan turun menjadi 10,14 persen atau turun dari posisi September 2020. Akan tetapi, kata dia, kenaikan kasus Covid-19 pada Juli 2021 tetap harus diwaspadai. "Ini jadi warning karena kemiskinan jadi faktor penting penyebab terjadinya stunting," kata dia.
Baca Juga: Terpopuler Bisnis: Anggota Koperasi Rugi Triliunan Rupiah, Kisah Petani Porang