TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah anggota Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama atau KSPSB meminta bantuan pemerintah agar menyelesaikan persoalan antara mereka dengan koperasi tersebut.
"Kami berharap mendapat jalan keluar agar uang kami bisa dapat segera kembali sebagaimana mestinya," ujar Koordinator Aliansi Korban Koperasi Simpan Pinjam-Sejahtera Bersama pada Tempo, Sabtu, 21 Agustus 2021.
Kementerian Koperasi dan UKM sebagai pengawas dan regulator, kata Koordinator yang berinisial HR itu, harus melakukan tugasnya dengan lebih baik. Pasalnya, koperasi simpan pinjam berpotensi mengalami gagal bayar dan merugikan dana masyarakat hingga triliunan rupiah.
Audit khusus oleh Kantor Akuntan Publik (Lembaga Independen), menurut dia, harus dilakukan dan dipublikasikan ke anggota. Selain itu, harus dilakukan investigasi terhadap manajemen kepengurusan KSPSB, penyaluran pinjaman, Aktiva Tetap, Simpanan Berjangka, Simpanan di bank dan lainnya.
Persoalan ini dimulai sejak April 2020. Kala itu, sudah mulai terjadi gagal bayar terhadap Simpanan Berjangka Sejahtera Prima (SB-SP) yang sudah jatuh tempo beserta imbal jasanya, dan juga terhadap produk simpanan lainnya.
Selanjutnya, per 17 April 2020, KSPSB mengeluarkan Surat Edaran yang menyatakan bahwa semua uang di koperasi tersebut tidak boleh diambil atau dicairkan, dan harus diperpanjang secara otomatis. Alasannya, Covid-19 telah mematikan sendi-sendi bisnis dan ekonomi. Keputusan ini dinilai sepihak, karena sebelumnya tidak ada persetujuan dari anggota atau melanggar asas koperasi.
Seiring dengan hal itu, muncul gugatan dari dua perusahaan rekanan KSPSB yaitu PT Trisula Prima Agung dan Perseroan Komanditer Totidio, dengan tagihan keduanya mencapai Rp 1,5 miliar melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.