TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 2018 sampai 17 Agustus 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir akses terhadap 3.856 konten fintech yang melanggar peraturan perundang-undangan. Di dalamnya, termasuk platofrm pinjaman online atau pinjol ilegal.
"Kami akan sangat tegas dan tidak kompromi," kata Menteri Kominfo Johnny G. Plate dalam acara penandatanganan pernyataan bersama di Jakarta, Jumat, 20 Agustus 2021.
Pernyataan bersama ini dilakukan untuk pemberantasan pinjol ilegal. Selain Kementerian Komunikasi, beberapa pihak lain terlibat seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Polri, hingga Kementerian Koperasi dan UKM.
Johnn menyebut layanan fintech memang terus berkembang dalam beberapa waktu terakhir. Contohnya jangkauan layanan fintech peer-to-peer lending yang naik dari 24,7 juta masyarakat pada Januari 2021 menjadi 25,3 juta pada Juni 2021.
Tapi kenaikan ini juga disertai dengan ancaman online yang mengintai. Pertama yaitu manipulasi korban melalui social engineering. Kedua, peretasan informasi melalui metode sniffing atau penyadapan. Ketiga, modus meminta korban mengirimkan uang ke rekening orang lain.
Baca juga:
Dari catatan Tempo, social engineering dan sniffing hanya dua di antara sederet modus penipuan di fintech maupun pinjol ilegal. Penjelasan lebih lengkapnya yaitu sebagai berikut:
1. Social Engineering
Kejahatan siber yang satu ini sebenarnya mirip-mirip dengan phishing (pelaku menghubungi korban). Namun, social engineering atau rekayasa sosial akan terlebih dulu memulai suatu obrolan dengan hal-hal umum yang kemudian akan membuat korbannya secara tak sadar memberikan informasi penting.
Dengan menggunakan hubungan sosial, bukan tidak mungkin seorang hacker yang melakukan social engineering dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang diinginkan. Ketidaksadaran seorang korban disebut menjadi kunci dari pelaku untuk mengorek informasi dari korbannya.
2. Sniffing
Sniffing merupakan kejahatan siber yang rumit dan biasanya mengincar data-data pada komputer korbannya. Hampir mirip dengan penyadapan kabel ke jaringan telepon, seorang sniffer akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara ilegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya.
Biasanya seorang sniffer akan menangkap data melalui jaringan perangkat ketika seseorang mempunyai aplikasi bodong. Aplikasi-aplikasi bodong tersebut akan meminta data-data yang diperlukan dan secara tak langsung telah memberikan info penting si korban penipuan online ini kepada pelaku.
Untuk itu, Johnny menyebut ada beberapa upaya yang sedang di tempuh. Di hulu, ada gerakan literasi digital yang menargetkan 12,48 juta masyarakat di 514 kabupaten kota. Di hilir, ada upaya memutus akses fintech seperti pinjol ilegal di App Store dan Play Store, pengamanan data pengguna, dan klarifikasi hoax.
Baca: Lion Air Group Tawarkan Voucher Tes PCR Rp 285.000 dan Antigen Rp 35.000