Faisal Basri melanjutkan, sejauh ini dana untuk membangun infrastruktur tidak murni berasal dari APBN. Pemerintah, kata dia, banyak memberikan tugas kepada perusahaan pelat merah untuk mencari dana sendiri di pasar dengan berutang ke bank maupun menerbitkan obligasi.
“Oleh karena itu, utang BUMN non-keuangan turut melonjak. Pada akhir Maret 2021 sudah melampaui satu kuadriliun rupiah,” ujar Faisal. Pembiayaan infrastruktur juga berasal dari skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBU.
Menurut Faisal, Kondisi keseimbangan primer yang negatif selama pemerintahan Jokowi menunjukkan bahwa beban bunga utang sangat membebani APBN. Di saat yang sama penerimaan pajak pemerintah tumbuh lebih lambat. Faisal menggambarkannya seperti praktik gali lubang tutup lubang.
Sebelumnya dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2022 pada 17 Agustus lalu disebutkan pemerintah Jokowi berencana menarik utang Rp 973,58 triliun. Sedangkan posisi utang pemerintah per Juni 2021 adalah sebesar Rp 6.570,2 triliun. Dengan demikian, utang pemerintah pada akhir 2022 diperkirakan mencapai Rp 8,1 kuadriliun.
Baca: Manajemen Beberkan Porsi Saham Garuda, Berapa Milik Chairul Tanjung?