TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan indikator kematian hanya dikeluarkan sementara dari evaluasi PPKM, bukan permanen. Tujuannya yaitu untuk perbaikan agar pelaporannya lebih akurat.
Luhut kemudian mencontohkan satu kota di Indonesia yang mengalami lonjakan angka kematian berlipat-lipat pada 10 Agustus 2021. Ternyata, 77 persen dari data kematian tersebut berasal dari periode Juli dan bulan-bulan sebelumnya.
"Kasus seperti ini banyak kami temukan di kota kabupaten lain," kata Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 16 Agustus 2021.
Cerita ini disampaikan Luhut usai mengumumkan perpanjangan PPKM Level 4 Jawa Bali dari 17 hingga 23 Agustus 2021. Terakhir, PPKM diperpanjang pada 10-16 Agustus 2021.
Saat itulah, Luhut pertama kali mengumumkan bahwa angka kematian ini ditarik sementara. Sebab, pemerintah menemukan adanya input data yang tidak update alias merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang.
"Sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," kata Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 9 Agustus 2021. Tapi, pengumuman Luhut ini menuai protes ahli kesehatan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, salah satunya. Pandu mengatakan pemerintah seharusnya memperbaiki kualitas data, bukan mengeluarkan indikator kematian.
"Bukan dikeluarkan indikatornya, tapi datanya diperbaiki. Saya tidak setuju sama Luhut," kata Pandu kepada Tempo, Selasa, 10 Agustus 2021.
Pandu mengatakan, dengan logika seperti itu, pemerintah terkesan ingin mengeluarkan data yang kualitasnya tak bagus dari indikator penilaian. Padahal menurut dia, semua data menyangkut Covid-19 patut dipertanyakan kualitasnya.
Akan tetapi, Luhut memastikan perbaikan dilakukan terhadap pelaporan data kematian ini dalam 1-2 minggu ke depan. Setelah perbaikan selesai, maka indikator kematian akan masuk kembali dalam penilaian perpanjangan PPKM.
Baca: Promo Hari Kemerdekaan, Citilink Beri Diskon Tiket Pesawat hingga Gratis Tes PCR