TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid menceritakan kondisi perseroan di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Ia mengatakan kebijakan tersebut berdampak terhadap pendapatan perusahaan, terutama dari sisi bisnis angkutan penumpang.
“Ya dengan adanya PPKM, pendapatan (Garuda) memang jatuh drastis,” kata Yenny kepada Tempo, Ahad, 15 Agustus 2021.
Yenny menggambarkan pada Mei lalu, Garuda mencatatkan pendapatan minus US$ 60 juta. Informasi tersebut juga disampaikan Yenny di YouTube pribadinya yang diunggah pada 13 Agustus lalu.
Saat itu, Garuda memperoleh pendapatan sebesar US$ 56 juta. Namun, pada waktu yang sama, Garuda harus mengeluarkan biaya untuk membayar sewa pesawat sebesar US$ 56 juta, biaya perawatan sebesar US$ 20 juta, avtur US$ 20 juta, dan gaji untuk karyawan US$ 20 juta.
Jika dilihat dari momentumnya, jumlah penumpang maskapai pada Mei melorot tajam karena pemerintah memberlakukan larangan mudik. Mobilisasi masyarakat pun dibatasi secara ketat untuk menurunkan penyebaran Covid-19 di tengah libur panjang.
Untuk menekan beban keuangan, perusahaan telah memangkas berbagai biaya operasional. Salah satunya gaji komisaris dan direksi. Yenny berujar, gajinya sebagai komisaris dipotong sebesar 50 persen sejak ia menjabat sebagai petinggi perusahaan pada 2020 lalu.
“Potongan gaji 50 persen sejak awal saya jadi komisaris,” kata Yenny.
Menyitir laporan keuangan Garuda Indonesia pada 31 Desember 2020, total gaji untuk lima komisaris sebesar US$ 745.030 per tahun. Namun pemotongan gaji belum dicantumkan karena bersifat akrual.
Bila dipotong 50 persen, gaji lima komisaris Garuda termasuk tantiem per tahun ditaksir sebesar US$ 372.515 atau Rp 5,4 miliar per tahun (asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS). Dengan begitu, masing-masing komisaris per tahun diperkirakan menerima Rp 1,08 miliar.
Baca: Peter Gontha Beberkan Posisi Kerugian Charul Tanjung di Garuda