TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Peter Frans Gontha, menjelaskan posisi kerugian Chairul Tanjung di maskapai pelat merah itu. Saat menjadi komisaris, Peter mewakili Chairul alias CT yang tercatat mengempit saham perseroan sebesar 28 persen melalui Trans Airways.
Nilai investasi dari pembelian saham sebesar US$ 350 juta. Peter mengatakan saat CT membeli saham Garuda sembilan tahun lalu, nilai saham perseroan masih Rp 620 per lembar saham. Namun kini nilai saham itu anjlok di kisaran Rp 200-an.
Kerugian dihitung dari berbagai sisi, termasuk selisih nilai tukar. Saat melakukan pembelian saham, nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp 8.000.
“Beli total US$ 350 juta nilai tukar Rp 8.000. Sekarang nilai tukar sudah Rp 14.500, ada perbedaan rate Rp 6.500. Kerugian adalah US$ 350 juta x Rp 6.500 = Rp 2,275 triliun. Pembulatan Rp 2,3 triliun,” kata Peter Gontha dalam pesan pendek, Sabtu petang, 14 Agustus 2021.
Di sisi lain, kerugian juga terjadi karena penurunan ekuitas. Kerugian dari total investasi karena ekuitas perusahaan yang mengalami penurunan Rp 30 triliun ditaksir mencapai Rp 5,1 triliun. “Investasi US$ 350 juta dikali RP 14.500 sama dengan Rp 5,075 triliun. Dibulatkan Rp 5,1 triliun,” tutur Peter mengimbuhkan.
Dengan demikian, kerugian investasi Chairul Tanjung karena adanya selisih nilai tukar dan penurunan nilai ekuitas perusahaan adalah Rp 7,4 triliun. Sementara itu kerugian dari bunga simple interest atau bunga sederhana senilai 4 persen ialah US$ 14 juta per tahun.