"Pemerintah seharusnya mempublikasikan jumlah warga yang meninggal dengan status probable agar masyarakat memahami secara lebih akurat dampak pandemi yang terjadi. Perbaikan data ini yang harus dilakukan, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3," tuturnya.
2. Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono
Pandu menilai pemerintah terkesan ingin mengeluarkan data yang kualitasnya tak bagus dari indikator penilaian. Padahal menurut dia, semua data menyangkut Covid-19 patut dipertanyakan kualitasnya.
"Semua distorsi. Karena apa, kualitas datanya tidak bisa dipercaya. Jadi perbaiki input datanya," kata Pandu.
Pandu mengatakan pemerintah harusnya tak menghapus indikator, apabila data yang ada tak sesuai. Sebab menurut dia, apabila penanganan pandemi belum menunjukkan hasil yang diharapkan, indikator harus konsisten diterapkan hingga berhasil.
3. Kritik dari Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman
Dicky Budiman menyebut langkah pemerintah yang tidak memperhitungkan angka kematian sebagai indikator berbahaya sekali. Sebab, Dicky menyebut tingkat keparahan situasi wabah hanya bisa diukur dari angka kematian.
"Itu pemahaman mendasar di epidemiologi. Jadi kalau itu hilang, ya kita hilang. Sudah kita terbatas kapasitas testing dan tracing surveilans, hilang data mortality ini dapat membuat kita makin gelap dalam pengendalian pandemi ini. Ini berbahaya sekali," ujarnya.