TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama memperkirakan Indonesia ke depannya akan menghadapi kondisi fiskal yang tidak fleksibel. Pasalnya, dilihat dari trennya sejak 2015-2021, 40 persen belanja pemerinta dihabiskan untuk belanja operasional.
"Sementara itu, pembayaran bunga utang komposisinya meningkat di tahun 2021, angkanya mencapai 19,1 persen artinya bahwa kemampuan fiskal kita untuk fleksibilitas semakin melemah," ujar Riza dalam webinar, Selasa, 10 Agustus 2020.
Di sisi lain, belanja modal pemerintah pusat juga semakin turun komposisinya. Pada 2015, porsi belanja modal pemerintah pusat mencapai 18,2 persen. Pada tahun itu, porsi belanja modal tercatat 12,6 persen.
Adapun belanja bantuan sosial pun berada pada kisaran 8 persen dan sempat meningkat 11 persen pada 2020 lantaran adanya pandemi.
"Memang untuk bansos ini pada saat pandemi masuk ke anggaran yang berbeda. Jadi dia bisa masuk ke belanja barang. Tapi yang harus menjadi perhatian adalah fleksibilitas fiskal kita semakin rendah, atau anggaran fiskal dalam menstimulus perekonomian (semakin rendah)," ujar Riza.
Riza mengatakan secara umum ada tiga tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia. Pertama, adalah pendapatan yang rendah. Riza mengatakan rasio pendapatan pemerintah terhadap PDB trennya turun bahkan sebelum pandemi. Dibandingkan dengan negara lain pun rasio penerimaan Indonesa sangat rendah.