TEMPO.CO, Jakarta - PT Bukalapak.com (BUKA) bakal resmi tercatat atau listing di Bursa Efek Indonesia per hari ini, Jumat, 6 Agustus 2021, setelah perusahaan merampungkan masa penawaran umum. Lalu bagaimana proyeksi respons pasar menyambut kehadiran emiten teranyar ini?
Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan menilai euforia pasar menyambut kehadiran saham Bukalapak sangat tinggi. Ini terlihat dari beberapa kali oversubscribed selama masa penawaran umum.
Pada masa penawaran, harga IPO dibanderol Rp 850 per saham, dengan batas tertinggi dari kisaran harga penawaran Rp 750 - Rp 850.
Lebih lanjut, Dennies belum bisa memastikan kapan euforia tersebut akan berakhir. Yang pasti, menurut dia, harga IPO BUKA tergolong overvalued. "Secara valuasi saya lihat harga IPO ini bisa dibilang overvalued," katanya ketika dihubungi, Kamis, 5 Agustus 2021.
Dengan tingginya euforia pasar itu, ia memperkirakan, saham BUKA sangat mungkin akan mengalami auto reject atas (ARA) pada hari pertamanya melantai di bursa.
Dari sisi fundamental, perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce tersebut masih mencatatkan rugi. Laporan keuangan menyebutkan perseroan masih mencatatkan rugi bersih pada tahun 2020 lalu sebesar Rp 1,35 triliun. Angka itu turun bila dibandingkan pada tahun 2019 sebesar Rp 2,79 triliun.
Rugi bersih per saham yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham entitas induk Rp 171,48, berkurang dari sebelumnya Rp 365,79. Sementara, jumlah saham yang diterbitkan BUKA pada masa penawaran maksimal 25,76 miliar saham atau mewakili 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO.
Dengan begitu, potensi dana yang dapat diperoleh oleh Bukalapak dari aksi IPO tersebut sebesar Rp 21,9 triliun, tertinggi dalam sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebelumnya, rekor dana yang diraup saat IPO dipegang oleh ADRO, yang menghasilkan dana Rp 12,25 triliun pada 16 Juli 2008.
BISNIS
Baca: Lo Kheng Hong Blak-blakan Soal Strateginya Beli Saham Mercy Harga Avanza