Dia menyatakan terdapat sebuah survei pada bulan Mei 2021 yang memaparkan bahwa program BPUM telah tepat sasaran dan tepat manfaat. Dalam hasil survei itu, disebutkan 99,4 persen penerima BPUM adalah usaha mikro dengan omset tahunan di bawah 300 juta.
Selanjutnya, lanjut Teten, 98,9 persen bantuan dimanfaatkan untuk keperluan usaha dengan rata-rata sebesar 1,7 juta, dan hal itu dianggap menjadi bukti bahwa bantuan yang diterima menaikkan omset sebesar 41,1 persen.
Teten menilai digitalisasi memegang peranan penting dalam percepatan pemulihan ekonomi dan mendorong UMKM Indonesia semakin kuat dan berdaya. Survei dari World Bank pada tahun 2021 menyebutkan 80 persen yang terhubung dalam ekosistem digital, memiliki daya tahan lebih baik.
Selain itu, Asosiasi e-commerce Indonesia mencatat selama pandemi, terjadi kenaikkan terhadap platform e-commerce sebesar 25 persen “Artinya, masyarakat Indonesia, terutama pelaku UMKM telah keluar dari zona nyaman dan beradaptasi untuk bertahan,” ungkapnya.
Namun demikian, sebut Teten, tantangan dan masalah digitalisasi seperti kurangnya literasi digital, kapasitas produksi, kualitas produksi, dan akses pasar menjadi pekerjaan bersama yang perlu diselesaikan. Karena itu, kata dia, transformasi digital menjadi salah satu agenda utama pemerintah.
“Kami terus mendorong UMKM untuk go digital melalui dua pendekatan. Pertama, meningkatkan literasi digital, kapasitas dan kualitas usaha (dan) kedua, perluasan pasar digital melalui kampanye “Bangga Buatan Indonesia”, on-boarding platform pengadaan barang dan jasa melalui LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan Pasar Digital Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PaDi), live shopping dan sistem informasi ekspor bagi UMKM,” ucap Teten.
Baca Juga: Dirut BRI: 3 Hal Ini Perlu Diedukasi ke Pelaku UMKM Agar Naik Kelas