Peringatan soal dampak jangka panjang pandemi ini juga disampaikan oleh ekonom senior CSIS Haryo Aswicahyono dalam acara yang sama. Haryo menyadari bahwa pemerintah saat ini berkutat pada dampak jangka pendek pandemi. "Tapi tidak sepatutnya kita kehilangan visi jangka menengah dan panjang," kata dia.
Ia mengingatkan pemerintah soal scaring effect atau dampak jangka panjang pada perekonomian. Haryo mencontohkan seorang bayi yang lahir pada saat kebakaran hutan di daerah kebakran hutan. "Sepuluh tahun kemudian prospek untuk mendapat income yang tinggi turun 2,8 persen atau 5,3 persen," kata dia.
Amalia sepakat dengan peringatan yang disampaikan Haryo. Menurut dia, Indonesia punya sejumlah pekerjaan rumah sebelum pandemi. "PR ini kemudian diperbesar dengan adanya krisis dari Covid-19," kata dia.
Pekerja rumah tersebut dirangkum Amalia dalam beberapa indikator perekonomian. Salah satunya dalam ekspor manufaktur di 2019, Indonesia terbawah dibanding Cina, Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia.
Selain itu, kata Amalia, kinerja sektor manufaktur Indonesia juga turun terlalu cepat dibandingkan dengan negara level PDB per kapita yang sama. Amalia membandingkan Indonesia dan Thailand.
PDB per kapita Indonesia dan Thailand pada tahun 2020--di awal-awal pandemi Covid-19--berada di level yang sama. Tapi, kinerja manufaktur (Manufactur Value Added) di Thailand mendekati 30 persen dari PDB. "Sedangkan Indonesia sudah di bawah 20 persen," kata Amalia.
Baca: Heboh Sumbangan 2T Anak Akidi Tio, Pahami Dulu Aturan Penggunaan Bilyet Giro