Salah satunya adalah pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB pada tahun lalu membuat pendapatan perusahaan menurun. Oleh karena itu, pihaknya bernegosiasi dengan bank untuk menurunkan bunga dari 11 persen menjadi 8 persen.
Tapi, kata Jusuf, pihak bank berkelit. Perusahaannya pun akhirnya memutuskan untuk melakukan pelunasan pinjaman tersebut. Pada 22 Maret 2021, pihaknya mengirimkan uang ke rekening pinjaman Rp 795 miliar untuk pelunasan.
Belakangan, bank tersebut hanya mengembalikan Rp 690 miliar. Sedangkan, sisa uang senilai Rp 105 miliar disebutkan dipakai untuk pembayaran bunga dan lain-lain. Merasa janggal dengan sikap bank tersebut, Jusuf kemudian melakukan somasi tiga kali dan akhirnya melapor ke polisi.
Ia mengaku khawatir hal tersebut bakal jadi preseden buruk ke depan. “Saya khawatir bank bagi hasil sebetulnya bukan bagi hasil, tapi lebih lintah darat dari konvensional,” katanya.
Polemik yang muncul ini kemudian membuat Otoritas Jasa Keuangan atau OJK segera memanggil Jusuf Hamka ihwal pernyataannya soal dugaan pemerasan yang dilakukan oleh salah satu bank syariah swasta. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pemanggilan itu untuk kepentingan klarifikasi.
“Untuk mengklarifikasi apakah benar pernyataannya seperti itu,” tutur Wimboh dalam keterangan yang disampaikan melalui Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo saat dihubungi pada Sabtu, 24 Juli 2021.
Wimboh menyebut nasabah dapat menyampaikan laporannya ke OJK apabila merasa dizalimi oleh bank. Perkara itu dapat diselesaikan melalui mekanisme otoritas yang ada di lembaganya.
“Kami akan membantu mediasi. Nasabah (dapat) dengan menulis surat ke OJK atau (menghubungi) call center 157, atau kirim surat ke saya langsung juga bisa,” ujar Wimboh. OJK, kata Wimboh, sangat terbuka dengan masalah-masalah yang dialami oleh para nasabah bank, termasuk dalam kasus yang dihadapi Jusuf Hamka tersebut.
BISNIS
Baca: Cerita Jusuf Hamka Merasa Diperas Bank Syariah Swasta: Kayak Lintah Darat