Selain itu, menurut Lo Kheng Hong, harga saham yang ditawarkan PT Bukalapak.com Tbk. juga terlalu mahal. Dalam hitungannya, nilai buku per lembar saham atau Book Value per Share-nya saat ini hanya sekitar Rp 21, tapi harga saham saat penawaran IPO dipatok di Rp 850 per lembar saham. "Tentu valuasinya bagi saya sangat mahal," ucapnya.
Bagi Pak Lo yang menganut aliran value investing, investor cerdas itu membeli perusahaan yang valuasinya murah. "Ibaratnya Mercy dijual seharga Avanza," katanya.
Ia pun mengaku tak akan merasa rugi jika di kemudian hari Bukalapak bisa meraup keuntungan besar dan nilai sahamnya naik setelah IPO karena oversubscribbed, misalnya. "Kalaupun nanti naik, itu rejekinya orang lain. Bukan rejeki saya," tutur Lo Kheng Hong.
Bukalapak sebelumnya telah mendapatkan pernyataan efektif penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin, 26 Juli 2021. Perusahaan menetapkan harga Rp 850 per lembar saham ke masyarakat.
Adapun masa penawaran umum perdana saham dimulai per Selasa, 27 Juli 2021, hingga Jumat, 30 Juli 2021. Sementara tanggal penjatahan dijadwalkan pada 3 Agustus 2021, serta tanggal distribusi saham secara elektronik dan tanggal pengembalian uang pesanan dijadwalkan masing-masing pada 5 Agustus 2021.
Bukalapak akan melaksanakan pencatatan perdana saham pada 6 Agustus 2021 di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham BUKA. Perusahaan e-commerce ini melepas 25,76 miliar lembar saham biasa atas nama yang seluruhnya adalah saham baru atau 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan setelah IPO. Adapun jumlah seluruh nilai IPO saham itu mencapai Rp 21,9 triliun.
Dalam pelaksanaannya, Bukalapak menunjuk PT Mandiri Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek. Adapun PT UBS Sekuritas Indonesia dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia telah juga ditunjuk untuk bertindak sebagai penjamin emisi efek.