Komisioner Yudisial Philip pun memberikan moratorium kepada Pan Brothers dengan kode saham PBRX dan entitas anak hingga 28 Desember 2021. Permohonan moratorium ini memang didasarkan pada Section 64 of Insolvency, Restructuring and Dissolution Act 2018 dengan nomor perkara HC/OS 551/2021.
Selain itu, Pan Brohters juga mengajukan permohonan lain berdasar Section 65 of the IRDA (Subsidiaries OS) untuk moratorium terhadap anak perusahaan dalam mendukung restrukturisasi perseroan.
Adapun utang terbesar yang dimoratorium adalah kepada pemegang obligasi dan sindikasi lenders dengan nilai sebesar US$ 171,1 juta atau setara Rp 2,48 triliun (kurs rata-rata Rp 14.500 per dolar AS). Adapun limit sindikasi sebesar US$ 138,5 juta atau setara Rp 2 triliun.
Sementara kewajiban Pan Brothers ke Maybank Indonesia berupa fasilitas pinjaman bilateral senilai Rp 4,16 miliar dan US$ 4,05 juta atau sekitar Rp 58,75 miliar (asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS). Dengan begitu total kewajiban perseroan ke perusahaan berkode saham BNII tersebut sebanyak Rp 62,91 miliar.
Dalam catatan Bisnis, moratorium itu terkait dengan utang Pan Brothers yang nilainya mencapai US$ 309,6 juta atau sekitar Rp 4,3 triliun ke para kreditur di Singapura. Sebelumnya, perseroan menjelaskan, pengajuan permohonan moratorium di Pengadilan Tinggi Singapura dilakukan untuk mengajukan skema kesepakatan ke semua kreditur perseroan dan anak usaha termasuk para pemegang obligasi.
Langkah ini untuk melindungi perseroan dan anak usaha. "Obligasi perseroan juga akan jatuh tempo dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, untuk itu kami juga perlu segera melakukan negosiasi untuk refinancing obligasi tersebut," tulis Pan Brothers dalam pernyataan yang dikutip, Selasa, 15 Juni 2021.
BISNIS
Baca: Aturan Baru Naik Pesawat: Penumpang Tak Perlu Bawa STRP