Selanjutnya pada 22 Maret, Jusuf memasukkan saldo sebesar Rp 795 miliar ke bank swasta syariah itu dengan surat instruksi untuk pelunasan utang. Namun, bukannya utang lunas, ia mengatakan uangnya justru menggantung di rekening. Manajemen disebut sengaja menahan saldo Jusuf tanpa memprosesnya.
“Mereka hold uang saya dan bunga berjalan terus selama dua bulan. Mereka tidak ambil uang saya untuk lunasi utang, tapi uang saya diambil untuk bunga,” ujar Jusuf.
Jusuf telah meminta pihak bank untuk mengembalikan uangnya lantaran tak ada kemajuan yang menunjukkan bahwa permintaannya untuk melunasi utang diproses. Tak dibayar penuh senilai saldo awal Rp 795 miliar, bank hanya mengembalikan Rp 690 miliar. Bank beralasan sisa uang senilai Rp Rp 105 miliar dipakai untuk pembayaran bunga dan lain-lain.
Lebih jauh Jusuf menganggap perilaku bank tersebut mirip lintah darat. Ia menyayangkan bank syariah yang semestinya memperoleh kepercayaan masyarakat justru melakukan praktik-praktik yang tak sesuai.
“Bank syariah cukup baik, tapi ada oknum-oknum yang memanfaatkan syariah. Saya khawatir bank bagi hasil sebetulnya bukan bagi hasil, tapi lebih lintah darat dari bank konvensional,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia atau MUI Anwar Abbas mengatakan seharusnya bank syariah menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan keadilan. Anwar menyoroti bank syariah yang tidak memberikan keringanan bunga.
“Yang menjadi pertanyaan bagi saya, bagaimana mungkin sebuah bank syariah yang jelas-jelas mengharamkan bunga (interest) kok menerapkan dan mempergunakan suku bunga dalam transaksinya?” kata Anwar.
Ia lalu menyarankan Jusuf Hamka membuka nama bank tersebut ke publik. Ia khawatir semua perbankan syariah di Tanah Air akan tercoreng akibat peristiwa ini. “Akan membuat citra dan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah akan rusak dan jatuh,” ujar Anwar.
Baca: Jusuf Hamka Laporkan Bank Syariah ke Polisi Setelah 3 Somasi Tak Digubris