TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo angkat bicara menanggapi sempat melemahnya nilai tukar rupiah pada Rabu lalu, 21 Juli 2021. Ia menilai hal itu karena adanya penyesuaian aliran modal keluar dari negara berkembang yang didorong oleh perilaku flight to quality di tengah pasokan valas domestik yang masih memadai.
Bank sentral mencatat kurs rupiah pada Rabu lalu melemah 0,29 persen secara point-to-point. Secara rerata, nilai tukah rupiah terdepresiasi 1,14 persen ketimbang level akhir Juni 2021.
Meski begitu, menurut Perry, pergerakan nilai tukar rupiah itu masih tetap terkendali meski ketidakpastian di pasar keuangan global meningkat karena diimbangi langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan oleh BI. Secara tahun berjalan, rupiah hingga 21 Juli 2021 terdepresiasi sekitar 3,39 persen (year-to-date/ytd) bila dibandingkan dengan level pada akhir tahun 2020.
Lebih jauh, Perry mengatakan kondisi tersebut masih jauh lebih baik dibandingkan dengan depresiasi yang dialami oleh negara berkembang lainnya. “Relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand,” katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis, 22 Juli 2021.
Ke depan, kata Perry, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar. Bank sentral juga akan menstabilkan kurs rupiah melalui operasi moneter dan mengamankan ketersediaan likuiditas di pasar.
Sebelumnya, kurs rupiah terpantau melemah pada akhir perdagangan Rabu lalu, sehari setelah Presiden Jokowi mengumumkan perpanjangan PPKM Darurat. “Perpanjangan PPKM Darurat masih akan menjadi salah satu sentimen utama yang membayangi pasar Tanah Air, seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 akhir-akhir ini,” kata Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim, dalam riset harian, Rabu, 21 Juli 2021.