TEMPO.CO, Jakarta - KPMG Economics menyebutkan harga properti Australia meningkat jauh dibanding prediksi awal sebelum adanya Covid-19. Masih menurut laporan dari KPMG Economics, sebagian besar properti di berbagai kota di Australia mengalami kenaikan pada tahun 2020. Namun saat itu suku bunga yang sangat rendah dan dukungan pemerintah untuk pasar properti selama pandemi memberi pasar nafas tambahan.
KPMG yang berkantor pusat di Amstelveen, Belanda, adalah sebuah jaringan jasa profesional multinasional. Lembaga itu merupakan salah satu dari empat organisasi akuntansi terbesar di dunia. KPMG eksis di 147 negara dengan lebih dari 219 ribu pegawai. Lembaga itu memiliki tiga layanan utama, yakni audit keuangan, pajak dan penasehatan.
The Impact of COVID on Australia’s Residential Property Market melaporkan selama 18 bulan terakhir, secara nasional harga rumah sekarang antara 4 - 12 persen lebih tinggi dari prediksi saat tidak ada pandemi Covid-19. Harga unit apartemen saat wabah ini pun naik hingga 13 persen lebih tinggi dibanding tanpa ada penyebaran penyakit itu.
Prediksi awal KPMG, harga rumah di Sydney sebelum ada Covid-19 hanya akan naik 13 persen, yaitu hanya mencapai $1.119.000 pada Desember 2023. Namun kenyataannya, saat ini harga properti di Sydney akan naik 26 persen menjadi $1.244.000.
Hal yang sama terjadi di Brisbane. Rumah tapak di tempat itu, awalnya hanya diperkirakan naik sebesar 9 persen menjadi $601.000. Namun, kenyataannya, rumah di daerah Brisbane akan naik sebesar 20 persen menjadi $661.000 saat pandemi ini.
Kenaikan harga properti yang signifikan pun terjadi di Melbourne. Awalnya, properti di kawasan itu hanya akan meningkat 19 persen saja menjadi $905.000. Sayang, saat wabah melanda, harga hunian di Melbourne akan naik 24 persen menjadi $940.000.
Bahkan Darwin, satu-satunya kota di mana harga rumah diprediksi akan turun, saat ini malah mengalami kenaikan harga sebesar $31.000.
Direktur Penjualan Crown Group, Prisca Edwards, mengatakan harga hunian terus menggelembung di Sydney, merupakan akibat langsung dari pandemi Covid-19. “Kami melihat penelitian yang menunjukkan terdapat kesenjangan harga sebesar 66 persen antara pasar rumah tapak dan apartemen. Di Crown Group, kami telah melihat minat baru dalam pembelian apartemen terutama dari konsumen lokal yang menghuni yang ingin meningkatkan kualitas kehidupan mereka ke depan jika lock down Covid-19 terus berlanjut, yang tercermin dalam penjualan baru-baru ini,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 22 Juli 2021.
Menurut Prisca, selama terjadi lock down di Sydney baru-baru ini, timnya melihat permintaan yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Melhat tren itu, ia pun tidak akan terlalu kaget bila harga properti segera naik.
Sependapat degan Prisca, Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia Tyas Sudaryomo, mengungkapkan bahwa seperti halnya pisau, pandemi Covid-19 ini memiliki 2 sisi yang saling bertentangan. Memang, kerusakan akibat pandemi ini sangat besar terutama jika dilihat dari varian baru yang lebih menular. Namun di sisi lain, pandemi yang telah berjalan sekitar 1,5 tahun ini juga menciptakan kebiasaan baru terutama dalam hal keuangan baik dari sisi pemerintah maupun swasta bahkan hingga rumah tangga.
“Kombinasi dari stimulan dan kebijakan bunga rendah dari pemerintah, ditambah pengeluaran rumah tangga yang jauh lebih selektif, jumlah populasi yang rendah karena penurunan angka imigrasi turut mempengaruhi kondisi pasar properti khususnya di Australia,” kata Tyas.
Hal itu ditambah kebutuhan masyarakat domestik saat ini akan tempat tinggal yang memiliki konsep biofilik akan terus memberi bahan 'aditif' kepada pasar. “Pertumbuhan harga rumah tapak secara alami juga akan ikut mengerek harga unit apartemen,” kata Tyas.
Fakta itu, kata Tyas, belum ditambah dengan faktor dari kalangan investor yang melihat bahwa saat ini adalah waktu terbaik untuk melakukan investasi. Menurut alumnus University of Sydney ini, meskipun Australia sedang menghadapi gelombang kedua Covid-19 seperti halnya di Indonesia, namun Tyas memiliki keyakinan bahwa pasar properti Austalia akan lebih siap. “Mengingat pengalaman dan keberhasilan negara Kangguru dalam menangani gelombang pertama Covid-19, saya memiliki keyakinan bahwa pasar properti di Australia kali ini akan lebih 'tahan banting,” ujar Tyas
Kepala ekonom KPMG Australia, Brendan Rynne mengatakan penurunan suku bunga hipotek, penghematan ekstra dari tidak menghabiskan liburan, dan dukungan pendapatan yang besar dari pemerintah serta dukungan pasar perumahan secara khusus, telah melihat harga properti naik secara dramatis dalam enam hingga sembilan bulan terakhir. "(Kenaikan harga properti itu) melewati titik di mana mereka akan meningkat di bawah skenario tanpa Covid-19," katanya.
Rynne juga menambahkan bahwa ada faktor negatif jangka panjang seperti kenaikan suku bunga hipotek dan pertumbuhan populasi yang lebih rendah. Sebelumnya, populasi Australia sekarang diperkirakan akan lebih rendah sekitar 1 juta orang pada akhir dekade ini dibandingkan dengan perkiraan pra-pandemi. Hal ini akan memoderasi laju pertumbuhan ekonomi sehingga harga menjadi naik. “Pasokan juga berperan. Analisis kami tentang pemberian ijin pemerintah akan tempat tinggal di kota-kota besar menunjukkan bahwa di Melbourne dan Sydney, masing-masing ada 25.000 dan 20.000 lebih sedikit rumah dan unit yang tersedia daripada yang terjadi dalam skenario tanpa Covid-19,” katanya.
Baca: Jepang Pulangkan Warganya dari RI, Begini Dampaknya terhadap Sektor Properti