TEMPO.CO, Jakarta - CEO Tesla Inc. Elon Musk menyatakan penambangan Bitcoin telah beralih ke energi terbarukan. Dengan begitu, perusahaannya membuka kemungkinan bakal kembali menerima cryptocurrency itu sebagai alat pembayaran untuk mobil listriknya.
Tesla sebelumnya menangguhkan pembelian menggunakan Bitcoin pada Mei lalu karena kekhawatiran tentang penggunaan bahan bakar fosil dalam penambangan memicu penurunan mata uang digital itu.
"Harapannya bukanlah bahwa produksi energi murni seperti salju, tetapi (Bitcoin) tidak dapat menggunakan batu bara paling kotor di dunia," kata Elon Musk pada konferensi “The B Word” yang diselenggarakan oleh Crypto Council for Innovation, Kamis, 22 Juli 2021.
Musk menjelaskan, tenaga air, panas bumi, dan nuklir adalah sumber energi yang baik untuk penambangan Bitcoin. Begitu ia mengonfirmasi penambangan menggunakan 50 persen atau lebih energi terbarukan, Tesla bakal mulai menerima cryptocurrency itu lagi.
Tak hanya Musk, Chief Executive Officer Twitter Inc. dan Square Inc. Jack Dorsey juga mengungkapkan tentang jejak karbon mata uang digital. Dorsey mengatakan Bitcoin mendorong inovasi di sektor energi, mengutip sebuah perusahaan yang mengubah gas alam suar menjadi listrik untuk menggerakkan rig penambangan.
Sedangkan Kepala Ark Investment Management, Cathie Wood, yakin Bitcoin akan jauh lebih ramah lingkungan. "Daripada penambangan emas atau sektor keuangan yang ada," tuturnya.
Harga Bitcoin per hari ini menanjak kembali ke atas level US$ 30.000-an setelah sebelumnya terjun bebas. Situs coingecko.com mencatat harga aset kripto tersebut berada di US$ 32.057 atau sekitar Rp 465 jutaan (asumsi kurs Rp 14.516 per dolar AS).
Harga Bitcoin itu naik 7,3 persen dalam 24 jam terakhir, tapi masih terpantau menurun selama satu dan dua pekan terakhir. Bila dibandingkan dengan rekor tertingginya pada pertengahan April lalu yang mencapai US$ 64.805 atau berkisar Rp 940,67 jutaan, harga Bitcoin saat ini telah jeblok hingga 50,5 persen.
Aset kripto lainnya seperti Ethereum dan Dogecoin juga menguat. Sementara itu, Indeks Crypto Galaxy Bloomberg juga berada di zona hijau. “Ketakutan di pasar adalah jika Bitcoin menembus di bawah angka US$ 30.000, harga akan bergerak lebih rendah secara drastis,” kata kepala analis pasar di Ava Trade Ltd Naeem Aslam, seperti dikutip Bloomberg, Rabu, 21 Juli 2021.
BISNIS
Baca: Harga Bitcoin Ambrol ke Rp 433 Jutaan, Turun Separuh Lebih dari Rekor Tertinggi