TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 1,49 miliar pada 2020. Angka tersebut turun signifikan ketimbang pendapatan perusahaan pada 2019 yang tercatat US$ 4,57 miliar.
Sejurus dengan itu, perseroan pun mencatatkan rugi tahun berjalan sebesar US$ 2,48 miliar. Kerugian perseroan itu membesar dari tahun 2019, yang senilai US$ 44,57 juta.
"Di tahun 2020, Grup mengalami kerugian sebesar US$ 2,5 miliar (Rp 36,25 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS) dan pada tanggal 31 Desember 2020, liabilitas jangka pendek Grup melebihi aset lancarnya sejumlah US$ 3,8 miliar dan Grup mengalami defisiensi ekuitas sebesar US$ 1,9 miliar," dinukil dari Laporan Keuangan Tahun Buku 2020 yang diunggah ke laman keterbukaan informasi IDX, Jumat, 16 Juli 2021.
Perseroan menjelaskan bahwa pandemi Covid-19, diikuti dengan pembatasan perjalanan, telah menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan, dan memiliki dampak buruk pada operasi dan likuiditas Grup.
Secara spesifik, perseroan menyatakan belum dapat memenuhi kewajiban keuangannya kepada bank, vendor yang signifikan, seperti PT Pertamina (Persero) untuk pembelian bahan bakar, PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) sebagai operator bandara, dan lessor pesawat.
"Ketidakmampuan Grup untuk memenuhi kewajibannya kepada lessor mengakibatkan pelarangan penggunaan (grounding) pesawat sewa tertentu Grup. Perjanjian-perjanjian pinjaman Grup memiliki batasan rasio keuangan yang tidak dapat dipenuhi oleh Grup," kata Garuda Indonesia.
Apabila perseroan tidak dapat memenuhi persyaratan ini, pinjaman-pinjaman ini dapat jatuh tempo segera jika diminta oleh pemberi pinjaman. Perjanjian pinjaman ini umumnya juga memiliki persyaratan cross-default.
Kondisi-kondisi tersebut, menurut perseroan, menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan signifikan tentang kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.
"Mempertimbangkan keadaan tersebut, manajemen Grup telah mempertimbangkan dengan cermat likuiditas masa depan dan kinerja Grup dan sumber pembiayaan yang tersedia dalam menilai apakah Grup akan memiliki sumber daya keuangan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya," tulis perseroan.
Langkah-langkah tertentu pun telah atau akan diambil untuk mengurangi tekanan likuiditas dan untuk meningkatkan posisi keuangan perseroan.
Baca Juga: Garuda Digugat PKPU oleh My Indo Airlines, Dampak ke Operasional?