Surat edaran ini ditetapkan Mayagustina Andarini, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM, pada Selasa, 13 Juli 2021.
Lebih jauh, Arya menjelaskan, Ivermectin yang mendapatkan EUA itu dapat menjadi terobosan baru. Kementerian BUMN juga sepakat bahwa ada proses yang harus dilalui termasuk untuk obat terapi ini.
Menteri BUMN Erick Thohir, kata Arya, juga sempat mengirimkan surat untuk meminta EUA dari BPOM secara resmi. Dan setelah itu juga bersama-sama dengan BPOM Menteri BUMN mengajukan juga EUA ini untuk Ivermectin.
"Jadi sekarang setelah keluar hasilnya, semoga ini bisa memberikan terobosan-terobosan baru untuk pengobatan terapi Covid-19," ucap Arya.
Ia berharap, dengan terobosan itu, penurunan kasus Covid-19 di Tanah Air bisa terjadi. Apalagi, menurut dia, Ivermectin termasuk obat yang murah, harganya sekitar Rp7.885 per tablet dan bisa diakses oleh masyarakat secara luas.
Meski begitu, Arya, menegaskan bahwa penggunaan obat tersebut tetap harus disertai resep dokter sebelumnya atau pengawasan dokter. "Ini adalah sebuah terobosan baru yang cepat dalam kondisi serta situasi jumlah penderita Covid-19 yang meningkat akhir-akhir ini," katanya.
Adapun Erick Thohir sebelumnya meluncurkan obat Ivermectin yang akan digunakan dalam terapi penyembuhan pasien virus corona. Obat ini dirilis oleh PT Indofarma Tbk.
“Obat ini dirilis pada hari ini seiring dengan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang juga keluar hari ini,” ujar Erick dalam konferensi pers setelah mengunjungi Pabrik Indofarma di Cikarang, Senin, 21 Juni 2021.
Erick mengatakan, dirilisnya Ivermectin menjadi salah satu upaya Kementerian BUMN dan Indofarma dalam menyediakan obat-obatan untuk pasien Covid-19 dan menekan angka penyebaran virus corona. Ivermectin nantinya dapat membantu terapi penyembuhan pasien terinfeksi virus corona. Harga obat tersebut juga sangat terjangkau, yakni Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per tablet.
Ia menyebutkan sejumlah jurnal kesehatan telah mengumumkan efektivitas Ivermectin. "Nantinya, dengan kapasitas produksi 4 juta tablet per bulan, obat ini diharapkan bisa jadi salah satu solusi upaya penanggulangan virus corona di Indonesia,” kata Erick Thohir.
Ketika dikonfirmasi, Kepala BPOM Penny Lukito membantah pihaknya telah menerbitkan izin penggunaan darurat untuk Ivermectin sebagai obat Covid-19. Kabar tersebut sebelumnya muncul dalam pemberitaan, mengutip Surat Edaran (SE) BPOM yang terbit pada 13 Juli 2021.
"SE itu diartikan salah, bukan demikian," kata Penny saat dihubungi Tempo, di Jakarta, Kamis, 15 Juli 2021.
Menurut Penny, surat tersebut bertujuan agar produsen dan distributor obat-obat yang digunakan untuk pengobatan Covid-18 selalu melaporkan distribusi mereka ke mana saja. Dari daftar 8 obat yang tercantum di dalamnya, hanya ada 2 saja yang punya EUA yaitu Remdesivir dan Favipiravir.
Sementara, obat cacing Ivermectin hanya bisa digunakan untuk pengobatan Covid-19 melalui uji klinik di 8 rumah sakit. Tapi saat ini, kata Penny, uji klinis ini sedang diperluas lagi di RS lainnya yang sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan.
Kebijakan ini, kata Penny, sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM yang baru tentang Perluasan Akses untuk obat uji seperti Ivermectin. "Dengan resep dokter dan tetapi, atau dosis dan pemberian sesuai dengan uji klinik," kata dia.
BISNIS | ANTARA | FAJAR PEBRIANTO
Catatan koreksi:
Berita ini mengalami perubahan judul dan sebagian isi berdasarkan tambahan keterangan dari narasumber. Judul 'BPOM Resmi Izinkan Ivermectin sebagai Obat Terapi Covid-19' diubah menjadi 'BPOM Beri Izin Darurat Ivermectin, Penggunaan Harus dengan Resep Dokter' pada pukul 18.00 WIB, Kamis, 15 Juli 2021.
Baca: Terpopuler Bisnis: Jokowi Diminta Bantu Garuda, Moeldoko soal Mobil Anak Bangsa