TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies atau Celios Bhima Yudhistira mengkritik kebijakan pemerintah dalam mencairkan bantuan sosial atau bansos selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat. Bhima menilai realisasi penyaluran bansos terlambat.
“Satu minggu sebelum PPKM Darurat harusnya sudah cair,” ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Rabu, 14 Juli 2021.
Adapun pemerintah baru mencairkan bansos dalam bentuk beras pada hari kesebelas PPKM Darurat dilaksanakan. Bansos diberikan kepada 10 juta penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Keterlambatan pemberian bansos, kata Bhima, berpotensi membuat jumlah masyarakat miskin bertambah. Masyarakat yang tergolong kelompok rentan miskin akan turun kelas menjadi kategori miskin.
Menyitir data Badan Pusat Statistik atau BPS, persentase penduduk miskin pada September 2020 sebesar 10,19 persen, meningkat 0,41 persen poin terhadap Maret 2020 dan meningkat 0,97 persen poin terhadap September 2019. Sedangkan dari sisi jumlahnya, penduduk miskin pada September 2020 sebesar 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang terhadap September 2019.
Jumlah masyarakat yang masuk kategori miskin dikhawatirkan terus bertambah seiring dengan krisis pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Untuk mencegah terjadinya imbas yang berkepanjangan, Bhima mengatakan pemerintah semestinya memberikan kompensasi atas keterlambatan pemberian bansos guna mengangkat kembali daya beli masyarakat miskin dan rentan miskin.
Selain mengkritik penyaluran bansos yang terlambat, Bhima menyoroti rendahnya pemberian bantuan sosial tunai atau BST senilai Rp 300 ribu per bulan. Bhima mengatakan nilai itu terlalu kecil. Semestinya, menurut dia, pemerintah menaikkan nilai bansos tunai menjadi Rp 1-1,5 juta per keluarga tiap bulan dan diberikan selama enam bulan ke depan.
Baca Juga: Bansos Beras Disalurkan Mulai Hari Ini, Cek di Cekbansos.go.id