Sedangkan risiko terakhir yang paling besar adalah ketika BUMN ini secara jangka menengah panjang menjadi parasit bagi rakyat melalui APBN.
"Karena sudah tidak bisa memberikan manfaat, tapi terus menggerogoti hak yang harusnya bisa dialokasikan buat rakyat, tapi terus menerus digerogoti BUMN," kata Abra.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Erick Thohir menyampaikan keinginan untuk menambah dana PMN sebesar Rp 33,9 triliun untuk 2021 dan Rp 72,449 triliun untuk 2022. Permintaan tersebut disampaikan kepada Komisi VI DPR dalam rapat, Kamis, 8 Juli.
Adapun Erick mengatakan PMN merupakan salah satu instrumen yang dibutuhkan BUMN dalam menjalankan penugasan pemerintah. Ia menyebut nilai PMN yang diberikan jauh lebih kecil daripada kontribusi yang diberikan BUMN kepada negara.
"Kalau kita lihat, dalam 10 tahun terakhir, BUMN berkontribusi sebesar Rp 3.295 triliun yang terdiri atas pajak sebesar Rp 1.872 triliun, PNBP sebesar Rp 1.035 triliun, dan dividen sebesar Rp 388 triliun. Kita bandingkan dengan PMN yang diberikan adalah empat persen atau Rp 147 triliun dari 2011-2020," ujar Erick Thohir.
Erick menyebut suntikan PMN dan dividen pada periode 2020 hingga 2024 justru relatif seimbang. Ia mengatakan hal ini tak lepas dari banyaknya penugasan yang diberikan kepada BUMN selama ini atau hampir 81 persen PMN digunakan untuk melaksanakan penugasan pemerintah dan 6,9 persen untuk restrukturisasi.
BACA: Faisal Basri Sindir Erick Thohir Sibuk Urus PMN BUMN: Bukannya Selamatkan Rakyat
HENDARTYO HANGGI