TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Abra Talattov menilai dampak negatif pemberian penyertaan modal negara atau PMN kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lebih besar dibandingkan dampak positif.
"Tapi risikonya, berdampak negatifnya kita harus jujur, harus objektif, ini jauh lebih besar kalau pemerintah mau terbuka," kata Abra dalam diskusi di live Instagram Indef, Ahad malam, 11 Juli 2021.
Pertama, kata dia, pemberian PMN akan jadi beban buat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN di tengah penerimaan pajak yang lagi sulit dan kebutuhan belanja yang juga besar. Hal itu menurutnya akan sulit menekan defisit APBN di bawah 6 persen terhadap produk domestik bruto pada 2022.
"Tapi kalau melihat BUMN yang masih kekanak-kanakan ini meminta PMN sampai Rp 72 triliun atau dua kali lebih besar dari tahun ini, sepertinya risikonya defisit APBN akan melebar di atas 6 persen," ujarnya.
Padahal di 2023 nanti, kata dia, APBN harus dalam pakem disiplin fiskal atau di bawah 3 persen.
Kedua, pemberian PMN dan pemaksaan terhadap BUMN khususnya konstruksi untuk melanjutkan penugasan-penugasan yang tidak urgent, risikonya akan merembet kepada sektor lain, terutama perbankan.
"Ada risiko BUMN-BUMN tadi gagal bayar, gagal bayar utang, kredit. Nanti yang akan menanggung itu adalah sektor perbankan terutama di Himbara," kata dia.