TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah akademisi mendesak adanya perubahan kebijakan Covid-19 yang kini ditangani dengan PPKM Darurat. Mereka menuntut pemerintah untuk segera menjalankan UU Karantina selama satu bulan, dengan jaminan ketersediaan pangan untuk publik.
"PPKM Darurat tidak ada dasar hukum formalnya," kata ekonom senior Indef, Fadhil Hasan, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 9 Juli 2021.
Menurut Fadhil, konsekuensi pendanaan dari UU Karantina ini bisa menggunakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2020. Jumlahnya mencapai Rp 385 triliun.
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan aneka kebijakan PPKM di tengah kenaikan kasus Covid-19 dalam seminggu terakhir. Pertama, PPKM Darurat Jawa Bali dari 3 sampai 20 Juli 2021.
Kedua, PPKM Ketat di 43 daerah luar Jawa Bali dari 6 sampai 20 Juli. Terbaru, PPKM Darurat di 15 daerah luar Jawa Bali dari 12 sampai 20 Juli.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga mengatakan ada anggaran SILPA, tetapi tidak dibelanjakan untuk penanganan Covid 19. "Sebaiknya gunakan dana tersebut untuk pemberlakuan UU karantina wilayah selama 1 bulan," kata mantan Rektor Kwin Kian Gie School of Business ini.
Pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat juga mengusulkan pemberlakuan UU Karantina selama 1 bulan. Dengan begitu, presiden langsung mengambil alih penanganan Covid-19. "Serta menempatkan peran kementerian kesehatan pada leading sector-nya," kata dia.
Selain itu, ada Sidrotun Naim, Pengkaji Kebijakan & Inovasi, IPMI Business School dan Research Affiliate Harvard Kennedy School yang juga meminta pemerintah belajar dari India dan Cile. Di mana, varian delta tidak bisa hilang kecuali dengan lockdown atau karantina wilayah. "Pemerintah jangan menunggu buruk dulu kondisinya baru mengambil tindakan," ujar Naim.
Baca: Kantor Kementan Batal Disegel: Satgas Berani Gak Tanggung Jawab Masalah Pangan?