Begitu juga untuk rumah di daerah Menteng yang harganya sekitar Rp 85 juta - Rp 90 juta per meter persegi pada 2019 lalu, kini harganya turun. Tahun ini harganya terkoreksi menjadi Rp 65 juta - Rp70 juta per meter persegi.
Clement menyebutkan penurunan harga rumah tersebut dipicu oleh lonjakan kebutuhan dana cash, sedangkan minat pembelian properti jauh menurun. "Penurunan harganya hanya 5 persen hingga 10 persen," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menilai penurunan harga jual pada rumah mewah di secondary market terjadi pada wilayah dan kasus tertentu. "Penurunan di beberapa wilayah tidak bisa menggambarkan properti keseluruhan," ucapnya.
Paulus menyebutkan, khusus pasar properti kelas, penjualan baru sedang dalam kondisi stagnan. Penurunan yang terjadi pada tahun lalu belum bisa terdongkrak di tahun ini.
Segmen hunian mewah, menurut Paulus, hanya memiliki pangsa pasar yang kecil tapi memang membentuk pasar.
"Sekarang pasar properti mewah itu memang sedang drop, kita berproses untuk mengangkatnya lagi. Caranya dengan menggerakkan yang kelas menengah lebih dulu," tuturnya.
Sedangkan CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan tidak semua harga properti wilayah di Jakarta jeblok. Meski begitu, ia mengamati di beberapa titik lokasi memang terjadi tingkat penawaran harga rumah yang terkoreksi dari 30 sampai 50 persen dari harga pasaran setempat.
"Memang terjadi koreksi harga di beberapa titik dapat mencapai 30 persen hingga 50 persen tetapi hanya sedikit rumah yang menurun. Tidak semua rumah dalam satu wilayah harganya jatuh sampai 50 persen," kata Ali. Menurut dia, koreksi harga rumah second yang terjadi masih di level aman atau berkisar 2,85 persen.
BISNIS