TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengatakan Indonesia harus waspada terhadap rencana Bank Sentral Amerika atau The Fed melakukan pengurangan stimulus atau tapering off. Kebijakan ini bisa berpengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah atas dolar.
“Persoalannya kalau mereka tapering off, dana akan banyak kembali, terutama dana asing. Kalau terjadi aliran dana keluar, BI (Bank Indonesia) cukup berat selain sekarang sedang menjadi burden sharing, rupiah kita melemah,” ujar dia dalam webinar Indef, Rabu, 7 Juli 2021.
Aviliani mengatakan pemerintah harus bersiap-siap bila tapering off terjadi sebelum perekonomian Indonesia membaik. Apalagi di tengah meningkatnya kasus Covid-19, pemulihan ekonomi diprediksi tercapai dalam jangka waktu lebih panjang.
Adapun tapering off dilakukan setelah perekonomian Amerika kembali ke jalur positif. Menurut rencana pada 2022, The Fed akan mengurangi pembelian surat berharga. Sedangkan pada 2023, bank sentral itu akan menaikkan kembali suku bunga.
Menurut Aviliani, Indonesia pernah menghadapi kondisi serupa pada krisis 2013. Saat itu, tapering off Amerika menyebabkan rupiah tertekan hingga Rp 2.519 per dolar atau 26 persen secara year on year.
Tapering off juga menimbulkan dampak pada suku bunga. “Pengalaman 2013, supaya kita memahami, ketika sudah taering of, ini yang akan terjadi di Indonesia. Jadi di sini pemeritnah harus siap-siap,” kata Aviliani.
Tekanan terhadap rupiah itu pun belum mereda hingga 2015. Pada 2015, rupiah terdepresiasi Rp 1.355 atau 10,89 persen. Di sisi lain, cadangan devisa juga turut turun sekitar US$ 13,4 miliar. Aviliani khawatir pengalaman di masa lampau kembali terjadi pada 2022.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: BEI Ungkap Penyebab Anjloknya IHSG hingga ke Bawah Level Psikologis 6.000