TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Ajib Hamdani berharap langkah pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM Darurat tidak menjadi paradoks atas harapan meroketnya pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2021.
"Tetapi sekadar sebuah 'langkah mundur' sedikit dari pemerintah, untuk bisa lebih laju melesat di sisa waktu sampai akhir 2021. Sehingga target pertumbuhan ekonomi secara agregat di tahun 2021 sebesar 4,5-5,5 persen bisa tercapai," ujar Ajib dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 Juli 2021.
Presiden Jokowi resmi memberlakukan PPKM darurat yang berlaku pada 3-20 Juli 2021 khusus di Jawa Bali. Keputusan ini diambil presiden setelah mendapat masukan dari para menteri, ahli kesehatan, dan kepala daerah. PPKM darurat diberlakukan akibat lonjakan virus corona yang makin cepat imbas varian baru.
Dengan ketatnya ketentuan-ketentuan dalam PPKM darurat, Ajib menilai idealnya pemerintah sekalian menetapkan lockdown. Tetapi ada dua hal mendasar kalau kebijakan lockdown ditetapkan.
Pertama, masalah database penduduk yang belum valid dan terintegrasi. Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta orang, tutur dia, akan menjadi permasalahan ketika lockdown dibuat di saat identifikasi penduduk belum presisi karena permasalahan di basis data ini.
Permasalahan kedua adalah tentang alokasi dana sebagai konsekuensi yang harus disediakan pemerintah untuk menjamin warga negaranya. Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia tahun 2020 sekitar Rp 15.434 triliun. Dengan proporsi konsumsi sekitar 57 persen, atau sekitar Rp 8.797 triliun, maka pemerintah membutuhkan dana sekitar 169 triliun setiap minggu.
"Ketika PPKM diberlakukan selama 2 minggu, maka pemerintah perlu menggelontorkan dana sekitar Rp 338 triliun. Kebutuhan dana inilah yang kembali menjadi bottlenecking untuk menetapkan kebijakan lockdown. Sehingga PPKM darurat menjadi sebuah pilihan jalan tengah," ujar dia.
Ajib berujar PPKM darurat ini menjadi kebutuhan bersama, termasuk masyarakat luas untuk bisa menekan laju penyebaran Covid-19. Paralel dengan ini pemerintah harus terus mendorong dua hal. Pertama adalah terus mengedukasi tentang pentingnya protokol kesehatan dan disiplin. Kedua, terus mengakselerasi program vaksinasi, sehingga target pemerintah bisa terealisasi.
"Awal tahun 2022 sudah lebih dari 70 persen masyarakat tervaksin dan terbangun herd immunity. Pada kondisi kesehatan bisa terkontrol inilah, ekonomi akan kembali rebound dan membuat keseimbangan baru," kata dia.
Dari sisi ekonomi, secara umum ia melihat adanya momentum positif pada kuartal ketiga. Pasalnya, tren pertumbuhan ekonomi yang pada kuartal pertama masih minus di angka -0,74 persen, diperkirakan akan positif di kuartal kedua. Selain itu, indikator purchasing manager's index (PMI) juga dalam tren yang positif.
"Bulan Maret PMI di angka 53,2 kemudian April menunjukkan angka 54,6 dan Bulan Mei terus naik ke 55,3. Artinya sektor manufaktur mengalami tren positif dan ini akan memberikan multiplier effect dalam ekosistem bisnis yang ada di Indonesia," ujarnya.
Dengan tren ekonomi yang sedang naik, tapi kemudian sisi kesehatan mengalami tekanan, kata Ajib, pemerintah perlu mengambil langkah yang komprehensif. Di sisi permintaan, pemerintah harus terus menopang kemampuan konsumsi masyarakat. Yang paling praktis, menurut dia, adalah kembali menggelontor bansos atau BLT.
Kemudian di sisi supply dan produksi, pemerintah harus terus mendorong lebih banyak likuiditas yang mengalir di masyarakat dan pelaku usaha. Instrumen fiskal dan moneter juga harus dioptimalkan. "Pemberian kredit mudah dan murah, perlu terus didorong, dan kebijakan pajak harus pro dengan masyarakat luas dan pro dengan UKM," kata Ajib.
Baca Juga: Sejalan PPKM Darurat, Yogya Akan Bentuk Satgas Oksigen