Adapun skema restrukturisasi utang perseroan kepada masing-masing kreditur saat ini sedang dalam proses diskusi dengan konsultan-konsultan pendukung. Prasetio menyebut emiten berkode GIAA itu akan mengupayakan opsi terbaik.
Perusahaan pun menyatakan belum memutuskan jalur yang akan ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan utang. “Perseroan belum dapat menyampaikan kapan proses restrukturisasi dapat diselesaikan hingga penyusunan rencana restrukturisasi telah difinalisasi,” ujar Prasetio.
Maskapai pelat merah sedang menghadapi masalah keuangan karena turunnya jumlah penumpang selama pandemi Covid-19. Dalam paparan di Komisi VI DPR beberapa waktu lalu, perseroan tercatat menanggung rugi bersih senilai US$ 2,5 miliar atau Rp 35 triliun (kurs Rp 14 ribu) sepanjang 2020. Kerugian terjadi karena pendapatan Garuda turun 70 persen ketimbang 2019.
Dalam data yang diterima Tempo, pendapatan Garuda pada 2020 hanya US$ 1,01 miliar, anjlok tajam ketimbang 2019 yang sebesar US$ 3,3 miliar. Meski demikian, dalam laporan keterbukaannya, manajemen menyampaikan proses audit atas laporan keuangan tahun buku 2020 masih berlangsung.
“Untuk menghindari adanya informasi yang kurang tepat serta dalam rangka mengedepankan prinsip kehati-hatian, kami belum dapat menyampaikan informasi lebih lanjut perihal tersebut (liabilitas),” tutur Prasetio. Garuda akan menyampaikan laporan keuangan tahunan tahun buku 2020 selambat-lambatnya pada 30 Juni 2021.
Baca Juga: Munas Kadin Tetap Digelar di Kendari, Rosan Roeslani: Kami Carterkan Garuda