Disusul rajungan–kepiting sebesar US$ 191,5 juta (9,1 persen), rumput laut sebesar US$ 115,1 juta (5,4 persen) dan layur sebesar US$ 38,0 juta (1,8 persen).
Adapun negara tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat sebesar US$ 934,1 juta atau 44,2 persen terhadap total nilai ekspor total disusul Tiongkok sebesar US$ 311,2 juta (14,7 persen), dan negara-negara ASEAN sebesar US$ 230,7 juta (10,9 persen).
Lalu Jepang sebesar US$ 225,1 juta (10,6 persen), Uni Eropa sebesar US$ 102,0 juta (4,8 persen), dan Australia sebesar US$ 45,1 juta (2,1 persen).
"Peningkatan nilai ekspor Indonesia didorong adanya peningkatan permintaan di beberapa negara tujuan ekspor utama, terutama di pasar AS," urai Artati.
Menyambung pernyataan Artati, Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Machmud mengungkapkan, merujuk data ITC Statistics-Trademap, selama periode Januari-April 2021 nilai impor produk perikanan AS meningkat sebesar 16,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula Australia dan Rusia masing-masing meningkat sebesar 27,8 persen dan 10,8 persen.
"Kita perlu menangkap peluang dari meningkatnya permintaan di negara-negara tersebut," tuturnya.
Jika nilai ekspor mencapai miliaran dolar, Machmud memastikan nilai impor kumulatif produk perikanan Indonesia periode Januari-Mei 2021, hanya US$ 198,3 juta.
Machmud menjelaskan komoditas yang diimpor di antaranya tepung ikan sebesar US$ 43,5 juta atau 21,9 persen dari total nilai impor hingga salmon-trout sebesar US$ 14,6 juta atau 7,4 persen dari total nilai impor.
Guna meminimalisir impor tersebut, KKP mengajak para pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing produk dalam upaya menggantikan produk impor.
BACA: KKP Nyatakan Segera Sertifikasi Hak Atas Tanah Pulau Terluar di Batam
HENDARTYO HANGGI