Menurutnya, informasi bahwa industri keramik nasional belum cukup mampu memenuhi volume kebutuhan dalam negeri tidak benar.
“Utilisasi produksi industri keramik yang meningkat hingga 78 persen telah menunjukkan bahwa industri keramik kita secara volume atau kuantitas mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Khayam.
“Kinerja ekspor selama sembilan bulan di tahun itu merupakan yang tertinggi sejak tahun 2016,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto.
Peningkatan nilai diskon tersebut, menurutnya, karena membaik dan meningkatnya daya saing industri keramik dengan salah satu upayanya adalah pemberlakuan harga gas industri sebesar US$ 6 per MMBTU.
Adapun lima negara tujuan ekspor utama untuk produk keramik nasional, yaitu ke Filipina, Malaysia, Taiwan, Thailand dan Amerika Serikat.
“Lonjakan ekspor terjadi dengan tujuan negara Amerika Serikat mencapai 130 persen, Filpina sekitar 60 persen dan Taiwan 40 persen,” sebut Edy.
Peningkatan ekspor di luar lima negara tujuan utama tersebut, juga terjadi di Australia dengan mencapai 50 persen.
Munculnya wacana pengkajian ulang pada kebijakan harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU dari beberapa pihak membuat sejumlah industri keramik dalam negeri mengaku geram. “Saat ini berhembus isu review ulang stimulus harga gas dengan menaikkan harga gas dari segelintir pihak,” ungkap Edy.
Menurut dia, wacana menaikkan harga gas justru membuat utilisasi produksi industri keramik yang saat ini sudah menyentuh angka 75 persen, akan semakin merosot.
“Tak hanya itu, pengurangan karyawan pun akan terjadi seandainya harga gas kembali naik,” ujarnya.
Edy menambahkan rencana menaikkan kembali harga gas juga dapat merusak upaya pemerintah dalam melakukan penguatan dan peningkatan daya saing industri nasional, serta secara otomatis akan membuka ruang yang lebih besar bagi produk impor masuk ke pasar dalam negeri.
"Ujungnya, industri lokal hanya jadi penonton dan berubah menjadi trader. Ini yang harus diantisipasi," katanya.
Menurut Edy, wacana untuk mengkaji kebijakan harga gas industri atau dalam maksud adalah menaikkan kembali harga gas industri, akan berakibat iklim kepastian berusaha dan investasi di tanah air rusak di mata pelaku industri lokal maupun global, karena tidak adanya kepastian hukum.
"Padahal harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU itu sudah menjadi isi dari Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016 yang finalnya baru dijalankan akhir tahun lewat Keputusan Menteri ESDM No 89/2020," tutur Edy.
Persoalan gas ini, lanjutnya, tidak boleh dipandang sebagai pendapatan negara semata, namun harus sebagai economic driver yang akan memberikan multiplier effect.
ANTARA