TEMPO.CO, Jakarta - Harga Bitcoin yang terus semakin menurun membuat banyak kalangan cemas dengan prospeknya. Tren penurunan Bitcoin yang ambles sejak akhir April lalu diprediksi terus melemah untuk jangka pendek.
Tim analis JP Morgan Chase & Co yang terdiri dari Josh Younger, Veronica Bustamante dkk, menyebut bahwa proyeksi harga aset kripto ciptaan Satoshi Nakamoto cukup 'menantang'.
Baca Juga:
"Kemungkinan [harga Bitcoin] yang sudah tenggelam akan tetap menggantung di sana. Pergerakannya masih perlu dibereskan melalui mekanisme pasar," tulis Tim Riset JP Morgan seperti diwartakan Bloomberg, Sabtu 26 Juni 2021.
Harga aset kripto ini sempat menembus US$65.000 per keping pada medio April lalu. Berbagai sentimen seperti penegasan larangan oleh pemerintah China dan negara lain serta tekanan yang diberikan Negeri Panda terhadap para penambang seolah menjadi mimpi buruk.
Peneliti Fundstrat Global Advisors LLC David Grider merekomendasikan para investor agar mulai mempersiapkan mitigasi risiko. Seperti mengurangi kepemilikan atau mengalihkan sebagian nilai asetnya ke tempat lain sebagai langkah proteksi. Pada awal tahun ini, pergerakan harga Bitcoin sebenarnya diramal bakal tokcer.
Puncak kejatuhan Bitcoin berlanjut pada hari Jumat 25 Juni, ketiga pergerakan harganya pada pagi hari sempat menyentuh level US$30.296 per keping. "Pasar kripto tidak sedang dalam kondisi sehat, dan sepertinya belum menunjukkan tanda-tanda ingin sembuh," tulis tim JP Morgan.
Ketika artikel ini ditulis, sekitar pukul 17.15 WIB, Sabtu 26 juni 2021, data Coindesk mencatat bahwa Bitcoin diperdagangkan pada nominal US$31.981 per keping. Dalam 24 jam terakhir harga aset kripto tertua di dunia ini telah merosot 7,97 persen.
Kendati 'memperingatkan' prospek jangka pendeknya, JP Morgan menilai bahwa Bitcoin masih tetap merupakan aset yang prospektif untuk jangka panjang.
BACA: Bitcoin Jeblok ke Rp 474 Jutaan, Usai Tindakan Keras Pemerintah Cina?