Selama ini, menurut Firdaus, kebanyakan nelayan lebih memilih lembaga keuangan tidak resmi karena prosesnya lebih mudah ketimbang lembaga keuangan formal. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah daerah dan lembaga perbankan lewat regulasi yang simpel dan tak makan banyak waktu.
“Termasuk dengan sosialisasi yang bagus untuk masyarakat pesisir, agar mereka tidak terus terjebak bertransaksi keuangan dengan lembaga non formal,” ucap Firdaus.
Adapun Kepala Tim Implementasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah Bank Indonesia (BI) Kepri Mualam Nur menilai tingkat inklusi keuangan masyarakat Kepulauan Riau sudah termasuk tinggi, yaitu berada pada angka 92,13 persen. Tetapi, literasi keuangan daerah kepulauan masih rendah 45,67 persen.
Alam menjelaskan tingginya tingkat inklusi keuangan yang tidak dibarengi dengan literasi keuangan akhirnya tak terlalu berarti banyak. Karena pada akhirnya warga tak bisa mengoptimalkan akses ke lembaga keuangan.
Ia menduga tingginya tingkat inklusi keuangan di Kepulauan Riau karena masifnya program bansos non tunai pemerintah pusat ketika awal pandemi Covid-19. Bansos itu disalurkan ke rekening masyarakat, dengan begitu banyak masyarakat membuka tabungan rekening.
Tetapi, setelah rekening tabungan dibuka, tidak ada tindak lanjut aktivitas dari masyarakat karena minimnya pengetahuan keuangan atau literasi keuangan yang baik. “Setelah buka rekening, mereka tidak paham rekening itu mau diapain. Literasi pemahaman soal keuangan itu yang masih rendah di masyarakat,” kata Alam.
Padahal inklusi dan literasi keuangan yang tinggi sangat dibutuhkan agar warga bisa mandiri berupaya melawan kemiskinan dan kesenjangan sosial. “Hal itu juga ditekankan Bapak Presiden Joko Widodo kepada kita,” kata Alam.
Oleh karena itu, BI terus menggenjot sejumlah program khusus untuk nelayan, seperti mengadakan pelatihan lembaga keuangan nelayan yang terpusat di Batam. Namun sayangnya program serupa di pulau terluar seperti di Natuna memang belum ada.
Ia pun berharap, para pihak terkait lainnya bisa turut membantu kegiatan sosialisasi agar lebih meluas hingga ke daerah terpencil karena bank sentral tak mungkin bergerak sendirian dalam hal ini. Dengan begitu, tak ada lagi cerita nelayan seperti Dedi ataupun Rahmad yang kalut membutuhkan uang tunai di suatu pulau karena ke layanan jasa keuangan sudah begitu mudah diakses.
YOGI EKA SAHPUTRA
Baca: Bank Syariah Indonesia Fasilitasi Perbankan dan Jasa Keuangan Syariah MUI