TEMPO.CO, Jakarta - Analis Kebijakan Ahli Madya PKPN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rustam Effendi mengatakan draf Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan alias RUU KUP belum mengatur rinci mengenai barang yang kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk sembako.
"Isu sembako, saya berani menggarisbawahi, karena saya dapat draf yang beredar di masyarakat. Terkait detail pengaturan apakah barang itu kena PPN atau tidak itu belum diatur," ujar Rustam dalam acara diskusi di akun Instagram @bkfkemenkeu, Jumat, 25 Juni 2021.
Sebelumnya, draf RUU KUP menjadi perbincangan masyarakat lantaran dinilai akan memuat perihal pengenaan PPN pada sembako hingga jasa pendidikan.
Rustam memastikan rancangan beleid itu tidak mengatur secara detail, misalnya sembako akan kena PPN dengan tarif tertentu. "Itu enggak ada. Tapi, semangatnya semua barang dan jasa itu diharapkan menjadi barang kena pajak," ujar dia.
Terkait tarif, Rustam membenarkan bawah ada tarif umum yang akan naik dari 10 persen menjadi 12 persen. Namun, ada pula ruang untuk tarif yang lebih rendah, yaitu sampai 5 persen. Bisa pula, tarif itu lebih tinggi mencapai 15 atau 25 persen untuk barang-barang mewah seperti rumah mewah.
Di sisi lain, ia mengatakan ada pula ruang pemberian insentif untuk barang strategis. "Bukan hanya pengaturan untuk tarif umum, tarif paling rendah dan tarif paling tinggi, tapi ada juga insentif untuk barang strategis. Bayangkan barang apa yang lebih strategis dari kebutuhan pokok," ujar dia.