TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. membukukan rugi bersih senilai US$ 2,5 miliar atau Rp 35 triliun (kurs Rp 14 ribu) sepanjang 2020. Kerugian terjadi karena pendapatan Garuda turun 70 persen ketimbang 2019.
Informasi tersebut disampaikan dalam paparan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra kepada Komisi VI DPR, Senin, 21 Juni 2021. Dalam data yang diterima Tempo, pendapatan Garuda pada 2020 hanya US$ 1,01 miliar, anjlok tajam ketimbang 2019 yang sebesar US$ 3,3 miliar.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, tak menampik adanya laporan tersebut. Ia mengungkapkan dalam paparannya, Garuda memang tengah menanggung beban keuangan.
“Dirut (Direktur Utama) cerita bahwa mereka harus membayar utang Rp 1 triliun per bulan. Utang muncul dari 101 pesawat yang tidak terpakai,” ujar Andre kepada Tempo, Selasa, 22 Juni 2021.
Adapun dari total pendapatan Garuda, sebanyak US$ 671 juta berasal dari penjualan tiket penumpang, US$ 236 juta dari bisnis kargo, dan lainnya US$ 105 juta. Sedangkan pendapatan haji pada 2020 nihil atau nol.
Sementara itu, EBITDA dengan pedoman standar akuntansi keuangan atau PSAK perusahaan minus US$ 683,4 juta dan EBITDA tanpa PSAK minus US$ 1,46 miliar.
Total aset Garuda sampai Desember 2020 adalah sebesar US$ 7,5 miliar, sedangkan total liabilitas emiten berkode GIAA itu lebih besar dari asetnya sebesar US$ 9,57 miliar. Dengan demikian, ekuitas Garuda per 31 Desember 2020 senilai minus US$ 1,9 miliar.
Irfan Setiaputra mengakui perseroan sedang menanggung utang Rp 70 triliun. “Termasuk di dalamnya kreditur badan usaha milik negara,” kata Irfan dalam rapat bersama Komisi VI yang disiarkan di YouTube DPR RI, Senin, 21 Juni 2021.
Dia mengatakan manajemen Garuda masih dalam tahap diskusi mempersiapkan proposal menjalankan opsi restrukturisasi utang melalui penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU. Manajemen memilih opsi ini bukan untuk kebangkrutan atau pernyataan pailit meski ada risiko itu. “Karena utang ini tidak mungkin kalau harus ditanggung pemerintah semua,” kata Irfan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | HENDARTYO HANGGI
Baca: Rapat dengan Direksi, DPR: Kalau Garuda Mati, Bapak-bapak Harus Ikut Mati