TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons pertanyaan soal rencana pemerintah yang mengusulkan sembako, layanan pendidikan, dan layanan kesehatan masuk golongan barang kena pajak, serta jasa kena pajak.
"Kalau kita bicara tentang pajak pendidikan dan lain lain, Indonesia ini sudah sedemikian sangat diverse-nya," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah, Senin, 21 Juni 2021.
Pada belanja pendidikan di APBN, kata dia yang sebanyak Rp 550 triliun, pemerintah berikan kepada hampir semua sekolah, baik sekolah negeri, agama, hingga madrasah. Juga untuk guru tidak hanya guru ASN, ada ASND dan juga swasta yang dapat sertifikat.
Menurut Sri Mulyani, belanja yang begitu besar tersebut di satu sisi mengharuskan rakyat siapapun dan apapun kedudukan kondisi ekonominya, bisa mendapatkan pendidikan. Hal itu merupakan efek tujuan pemerataan.
Dalam hal sekolah pun beragam, misal ada sekolah-sekolah swasta bertujuan memberikan itu, tapi ada sekolah swasta yang bayar sekolahnya tinggi luar biasa. "Nah ini menggambarkan betapa beragamnya," kata Sri Mulyani.
Hal itu juga sama seperti sembako, di mana ada beras yang harganya Rp 10 ribu per kilogram dan ada yang Rp 200 ribu per kg, juga daging ada yang Rp 16 ribu per kg dan ada yang Rp 2 juta per kg.
Oleh karena itu, kata dia, kalau bicara basis pajak, efek keadilan atau prinsip keadilan tidak bisa mengatakan satu kelompok barang atau jasa tidak bisa dikenakan pajak. Karena di dalam satu kelompok itu, misal pendidikan, ada yang sangat mampu dan ada yang sangat tidak mampu.
"Yang sangat tidak mampu, kita berikan bantuan penuh. Mereka itulah yang diberikan beasiswa, gizi, kesehatan gratis, tapi yang sudah mampu kan tidak seharusnya begitu," kata Sri Mulyani.
Cara pemerintah membantu rakyat, kata dia, itu bisa bermacam-macam. Ada pembebasan pajak, dibantu dengan belanja, subsidi, dan ada yang melaui investasi.
Hal itu, kata dia, yang nanti akan disampaikan dalam pembahasan dengan DPR bersama-sama. "Ini kan republik milik semua. Dengan berbagai macam perbedaan yang begitu beragam, namun kebijakan fiskal, pajak, belanja dan pembiayaan itu harus mengemukakan aspek keadilan," kata Sri Mulyani.
Adapun revisi UU KUP segera dibahas dalam rapat paripurna yang rencananya digelar pada Selasa, 22 Juni mendatang, untuk diteruskan ke komisi teknis. RUU in sudah disampaikan ke DPR dan nanti akan dibacakan dulu di paripurna, dan kemudian dibahas.