TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri menyebut angka investasi di Indonesia naik, namun hasilnya sedikit. "Di Indonesia kalau bangun satu kilometer jalan butuh 50 persen lebih banyak," ujar dia dalam webinar, Sabtu, 19 Juni 2021.
Hal ini, menurut Faisal, terlihat dari angka ICOR Indonesia. Pada era 2015-2019, ICOR Indonesia tercatat sebesar 6,5 atau lebih besar dari periode-periode sebelumnya yang di kisaran 4 persen.
"Jadi, pembangunan di Indonesia 50 persen lebih banyak modal karena embernya bocor. Masukkan air bocor dan bocornya kian hari kian banyak. Kebocoran di Indonesia paling tinggi di Asean," ujar dia.
Sebenarnya, tutur dia, persentase nilai investasi yang masuk ke Indonesia per PDB sudah lebih besar dari negara lain, baik yang berpendapatan menengah bawah dan atas. Namun, ia mengatakan investasi di Tanah Air tidak berkualitas.
"Investasinya tiga per empat berupa bangunan karena ini paling mudah dikorupsi selain sumber daya alam. Hanya 10 persen berupa mesin. Alhasil belanja kita makin banyak dibiayai utang," kata dia.
Kalau utang semakin sulit diperoleh, kata dia, jalan pintasnya adalah dengan menaikkan pajak yang semakin membebani rakyat. Apalagi, mayoritas masyarakat Indonesia hidup pas-pasan.
"Sementara orang-orang kaya si oligarki diberi keringanan pajak terus menerus. Dari Omnibus Lae, pajaknya (PPh Badan) dipangkas dari 25 persen menjadi 22 persen tahun lalu dan tahun depan 20 persen saja. Kalau go public 17 persen, sama dengan Singapura," kata dia.
Faisal juga menyinggung rencana pemerintah yang akan mengenakan pajak pada sembako, pendidikan, hingga persalinan. Menurut dia, semakin tinggi tingkat korupsi, rezim perpajakan semakin regresif.
"Itu seperti yang ditunjukkan pemerintah belakangan ini yang berinisiatif mengenakan pajak untuk sembako, persalinan, dan pendidikan. Makin regresif, pukul rata sama. Betul-betul ini sudah berwujud grand corruption," ujar dia.
Di sisi lain, ia mengatakan rakyat menerima beban tambahan dari pajak itu 52,8 persen masuk kategori rawan atau insecure. Mereka tercatat memiliki pengeluaran per kapita hanya Rp 25 ribu atau Rp 100 ribu untuk keluarga dengan dua anak.
"Apa yang bisa didapat dari Rp 25 ribu dari satu rumah tangga, misal 2 anak jadi Rp 100 ribu sehari. Itu pasti insecure. Tidak miskin tapi insecure," ujar dia.
Baca Juga: Utang PLN Rp 451 Triliun, Faisal Basri: Hampir Semua untuk Investasi