Di samping itu, Didik menuturkan selama ini pun Universitas Paramadina tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, melainkan dari waqaf, sedekah dari masyarakat, serta iuran pendidikan dari masyarakat. Padahal, menurut dia, penyediaan pendidikan adalah tanggung jawab negara.
"Masyarakat membantu, tidak dibantu negara, pemerintah mengenakan pajak, menindas. Itu tidak seharusnya," ujar Didik.
Ihwal adanya pendidikan berbiaya tinggi atau mahal, kata dia, seharusnya pemerintah melakukan audit. Dengan demikian, pengumpulan dana dari masyarakat itu bisa dipastikan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pendidikan.
Kalau nantinya PPN direalisasikan, ia khawatir buntutnya akan panjang. Salah satu imbasnya adalah mahalnya biaya pendidikan. "Bukan hanya mahal, tapi juga merenggut upaya masyarakat untuk membantu pendidikan. Sekarang harusnya setelah dibantu masyarakat itu berterima kasih, tapi malah dipajaki," kata dia.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan memastikan wacana pemberian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bidang pendidikan hanya untuk jasa pendidikan tertentu.
Dengan cara ini, Ditjen Pajak ingin agar insentif pajak yang selama ini digelontorkan pemerintah dapat lebih tepat sasaran.