TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pungurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengomentari polemik rencana pengenaan pajak pertambahan nilai alias PPN atas sembako dan pendidikan.
Ajib menilai isu pajak sembako ini tidak akan menjadi polemik berkepanjangan apabila penyampaian informasi kepada masyarakat dilakukan secara utuh, lengkap dan komprehensif. Lalu pembahasan selanjutnya menuju finalisasi draft Rancangan Undang-undang pun perlu melibatkan semua stakeholder.
"Yang menjadi permasalahan mendasar, biasanya komunikasi yang dibangun oleh pemerintah belum optimal," ujar Ajib dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Juni 2021.
Pada prinsipnya, kata Ajib, PPN terbagi atas empat isu pokok, yaitu objek pajak, subjek pajak, tarif, dan tata cara pemungutan. Yang masuk dalam draft rancangan undang-undang tersebut baru sebatas tentang objek pajak.
"Tetapi persepsi yang timbul di masyarakat, bahwa sembako ini pasti kena tarif. Padahal tarif ini menjadi pembahasan selanjutnya, yang pengaturannya masih memerlukan produk hukum selanjutnya," ujar dia.
Menurut dia, pada prinsipnya, wacana pajak sembako adalah hal yang bagus. Selanjutnya, yang lebih penting dalah bagaimana fungsi pajak lebih optimal sebagai regulerend atau pengatur ekonomi. Untuk sembako yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, bisa dikenakan tarif nol persen, alias sama dengan tidak ada pembayaran PPN oleh wajib pajak.
Sedangkan komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas, tutur Ajib, bisa dikenakan tarif misalnya 10 persen. Contohnya konsumsi ikan bisa dikenakan tarif nol persen, sedangkan untuk konsumsi sirip ikan hiu tarifnya 10 persen.